“Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di
mana-mana”
Kisah 1
Hari
itu, ada lomba mewarnai yang disponsori
oleh salah satu baterai terkenal. Bintang tamunya adalah Joshua, sang penyanyi
cilik di jamannya.
Anak
saya nomor dua, sangat mengidolakan Joshua. Jadi, saya dan suami mengajak kedua
anak untuk ikut event tersebut.
Saya
yang masih repot dengan dua anak, hanya membekali anak dengan peralatan gambar
dan mejanya. Tentu saja, sebelumnya di rumah dia sudah diajari pula tehnis
mewarna yang baik.
Sesampai
di tempat, suami mendaftar ulang dan mengantar anak ke arena lomba. Kami
berencana mengawasi saja dari jauh.
Betapa
terkejutnya saya, ternyata banyak orang tua yang sengaja menempatkan anak
mereka di pinggir arena. Selanjutnya, mereka memberi instruksi. Tentu saja tujuannya
agar anak meraka menang dalam lomba. Beberapa kali mereka diminta menjauh
tetapi selalu kembali lagi.
Kisah 2
Seorang
anak usia kelas 6 SD, sebutlah namanya A. Dia selalu merasa kesulitan dengan
pelajaran matematika. Jangankan memahami rumus yang rumit, penjumlahan dan
pengurangan saja setiap saat masih harus diingatkan.
Namun,
dia pandai dalam olah raga. Di sekolah ia masuk tim sepak bola dan berhasil
mengantarkan sekolah menjadi juara sejak kelas 4 SD.
Saya
tidak mau memaksa sang anak untuk mendapatkan nilai bagus dalam matematika.
Kemampuan orang berbeda-beda bukan?
Suatu
kali ibu A datang dan bercerita. “Saya kesulitan mengajak A belajar matematika
Ummi. Nggak seperti kakaknya! Susah sekali! Hanya saja saya heran, nilai
ulangan matematikanya tidak pernah kurang dari 8.”
Saya
tidak pernah kebenaran cerita Ibu A pada anaknya. Saya hanya cukup tahu kalau
teman-teman A bercerita bahwa A mendapat nilai bagus karena menyontek.
*****
Kisah
1 di atas saya temui lebih dari 20 tahun
yang lalu, ketika mengantarkan anak pertama saya lomba pertama kali. Sesuatu
yang masih terus terjadi hingga kini dengan cara berbeda-beda.
Sementara
itu, kisah 2 saya temui di banyak murid saya. Tentu saja dengan versi
berbeda-beda pula. Intinya, kebanyakan orang tua akan bangga pada nilai bagus
yang diperoleh anak tanpa intropeksi. Apakah benar anak mempunyai kemampuan
demikian atau nilai bagus diperoleh karena kecurangan?
Yes,
dua hal di atas dapat Temans temui dalam kehidupan sehari-hari. Padahal,
sejatinya hampir setiap orang yang ditanya pasti ingin anaknya jujur, shaleh /
shalehah, dan berakhlak baik.
Mengajarkan Anak
Kejujuran
Saya
menilai bahwa tidak ada kamus atau pelajaran tentang kejujuran pada anak. Yang
ada adalah keteladanan dan pembiasaan.
Rasulullah
bersabda dalam salah satu hadist, yang artinya:
“
Hendaklah kalian melakukan jujur karena sungguh kejujuran itu akan
mengantarkan kepada kebaikan dan sungguh menguntungkan itu akan mengantarkan ke
surga dan mendukung siapapun membiasakan diri untuk memperbaikinya maka akan
diuraikan di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai orang yang jujur. Dan
jauhilah kalian dari melakukan kebohongan / lakukan dusta, karena sungguh
kebohongan itu akan mengantarkan kefasikan, dan sebaliknya kefasikan itu akan
mengantarkan ke neraka. Dan sungguh seseorang yang selalu membiasakan diri
untuk berdusta karena kebiasaannya itu berdusta maka ia akan diperhitungkan di
sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai pendusta ” (H.R Imam Bukhari dalam
Shahih al Adabul Mufrad).
Saya
bukanlah ahli hadist atau ulama. Namun, dari hadist di atas saya dapat
menyimpulkan bahwa jujur merupakan hal yang wajib. Sesuatu yang dilaksanakan
akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan menghasilkan dosa.
Berkaitan
dengan keteladanan sikap jujur pada anak, ada sebuah kisah yang diabadikan
dalam banyak literatur.
Suatu
hari Rasulullah sedang berada di rumah Ibunda dari Abdullah bin Amir. Ibunda
dari Abdullah memanggil anaknya untuk suatu keperluan. Agar anaknya mau
mengerjakan sesuai keinginan, maka sang Ibunda mengatakan akan memberikan
kurma.
Rasulullah
yang mendengar percakapan antara Ibu dan anak tersebut langsung menegur.
Rasulullah mengatakan bahwa mengiming-imingi anak dengan sesuatu yang
sebenarnya tidak akan diberikan merupakan suatu kedustaan. Dengan demikian
Allah menilai perbuatan tersebut suatu kebohongan.
Hmm..
Pernahkah Temans melakukannya?
Alasan Anak Berbohong
Jadi,
sekali lagi ditegaskan bahwa tidak ada cara mengajarkan anak kejujuran, seperti
mengajarinya pelajaran matematika atau bahasa Indonesia. Kejujuran memerlukan
teladan dan pembiasaan.
Nah,
agar keteladanan dan pembiasaan dapat diterapkan, ketahui beberapa alasan anak
berbohong di bawah ini!
1. Meniru
Anak
merupakan peniru yang hebat tanpa disadari.
Perhatikan
saja, mulai dari gayanya tersenyum atau marah. Diakui atau tidak, dia meniru
yang dilihatnya di sekeliling.
Seorang
ibu yang melakukan cara salah ketika memasukkan anak ke sekolah favorit, akan
dicatat dalam hati. Seseorang boleh melakukan apa saja untuk memperoleh
sesuatu.
Begitu
pula jika ayah meminta anak mengatakan dia tidak ada ketika ada tamu yang
datang. Anak akan mencatat, berbohong tidak masalah untuk menghindari hal yang
tidak diinginkan.
2. Tidak Ingin Dimarahi
Apa
yang terjadi jika Ananda memperoleh nilai jelek di sekolah? Orang tua sering
kali marah. Akhirnya, agar tidak dimarahi, ia menyontek. Dengan nilai bagus, anak
senang tidak dimarahi.
Begitu
pula jika anak tidak sengaja menjatuhkan smartphone orang tua. Dia mungkin saja
meletakkannya kembali dan berpura-pura tidak terjadi apapun.
Apa
yang terjadi jika anak berkata jujur? Apakah orang tua akan marah?
Ini
beberapa kali terjadi pada saya. Saat anak jujur dia memecahkan gelas dan
menumpahkan air minum di kertas-kertas pekerjaan rumah, mereka sangat
ketakutan. Saya ingin sekali marah. Selesai marah, baru tersadar akan
akibatnya.
Orang
tua memang harus pandai mengontrol emosi.
3. Ingin Memperoleh
Sesuatu
Ingin
memperoleh sesuatu dapat terlihat dari kisah 1 di atas. Secara tidak sadar,
agar anak menang orang tua melakukan hal-hal yang curang.
Ujian
yang paling terasa di masa pandemi Corona 2020 ini, Anak belajar dan ujian di
rumah.
Agar
mudah dan cepat, orang tua tidak lagi mendampingi anak tetapi juga memberi tahu
jawaban soal.
Anak
akan merekam bahwa untuk memperoleh sesuatu boleh saja melakukan hal yang
dilarang. Apalagi jika kecurangan dianggap biasa. Curang karena tidak ingin
nilai yag diperoleh lebi rendah dari anak lain.
Masih
kecil menyontek adalah hal biasa. Ketika sekolah lanjutan, anak akan mengambil
beberapa alat tulis orang lain yang berada di mejanya dengan alasan biasa pula.
Sepertinya, jika kecurangan atau bohong yang sudah banyak dilakukan
secara umum, bukanlah berdosa. Padahal sama saja.
Di
sini benih-benih koruptor berasal? Melakukan kebohongan adalah biasa jika
orang lain juga melakukannya secara terang-terangan. Kejujuran yang disebut sebagai mata uang yang berlaku di mana saja, hampir tidak terbukti di masa kini.
So,
Temans berat ya tugas dan kewajiban orang tua?
Jangan
khawatir, Allah tetap menilai proses atau usaha. Jika kejujuran sudah menjadi
sebuah kebiasaan, anak yang akan mengingatkan Anda jika tidak jujur.
Anak
dapat mengatakan, “Bunda, bukankah kemarin berjanji akan menemani adik bermain
hari ini?” atau “Bunda, kok berbohong?”
Senang
sekali jika Ananda tumbuh besar menjadi orang jujur.
Lebih
luas lagi, jika setiap keluarga sudah menerapkan teladan hidup jujur tentu di
masa yang akan datang tidak akan ada lagi koruptor bukan?
Setuju sekali mba. Sebagai orang tua kita harus memberikan teladan kejujuran kalau ingin anak2 jujur. Dan agar anak berani jujur memang jangan langsung dimarahi kalau mereka salah ya..
BalasHapusMarahnya sering spontan.. Harus belajar banyak menahan diri
HapusSaya ingat betul ketika si sulung berbohong, karena takut dimarahin oleh saya. Saya malah tambah marah jadinya. Saya bilang, saya tidak akan pernah marah jika dia berkata jujur. Saat itu dia ngompol tapi si sulung bilang celananya basah ketumpahan air.
BalasHapusHe he.. Lucu ceritanya. Anak sekarang selalu punya banyak cara buat ngeles. saya juga pernah mengalami
Hapus�� Setuju, mengajarkan anak kejujuran. Trims sharingnya
BalasHapusSaaa2 Mbak.. makasih udah mampir
HapusJujur sangat penting..
BalasHapus2 cobtoh diatas sangat sering terjadi, dan menjadi cobaan bagi ortu untuk tetap mendisiplinkan jujur.. makasih mba tulisannya sangat bermanfaat
Cobaan besar Mbak. Kadang2 tanpa saya sadari sudah mengajarkan hal yang salah
HapusIyes, betul-betul anak adalah peniru ulung. Harus diajarkan kejujuran sejak disini.
BalasHapusTeladan..
HapusMasya Allah. Bener banget Mbak artikelnya. Aku sendiri ngerasin kalau anak anak ketahuan berbohong krn mereka enggak mau dimarahin. Jadi mengajarkan kejujuran penting banget ya Mbak, sejak dini...
BalasHapusIya Mbak, anakku juga pernah begitu
HapusBetul, kak. Kalau anak-anak sudah sedari kecil dibiasakan nyaman dengan kejujuran. Tentu mereka akan enggan untuk berbuat curang apalagi bohong sama korupsi. Nauzubillah
BalasHapusSemoga anak-anak kita terhindar dari yang demikian
HapusSi sulung pernah berbohong karena takut saya marah. Justru saya malah semakin marah. Saya tegaskan lebih baik kamu jujur dan bunda berjanji bunda enggak akan marah serta menghargai kejujuranmu
BalasHapusYes, keren Mbak..
Hapus