Minggu, 31 Mei 2020

Bicara Kejujuran

“Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana”

 

Sumber gambar: pixabay.com

Kisah 1

Hari itu,  ada lomba mewarnai yang disponsori oleh salah satu baterai terkenal. Bintang tamunya adalah Joshua, sang penyanyi cilik di jamannya.

Anak saya nomor dua, sangat mengidolakan Joshua. Jadi, saya dan suami mengajak kedua anak untuk ikut event tersebut.

Saya yang masih repot dengan dua anak, hanya membekali anak dengan peralatan gambar dan mejanya. Tentu saja, sebelumnya di rumah dia sudah diajari pula tehnis mewarna yang baik.

Sesampai di tempat, suami mendaftar ulang dan mengantar anak ke arena lomba. Kami berencana mengawasi saja dari jauh.

Betapa terkejutnya saya, ternyata banyak orang tua yang sengaja menempatkan anak mereka di pinggir arena. Selanjutnya, mereka memberi instruksi. Tentu saja tujuannya agar anak meraka menang dalam lomba. Beberapa kali mereka diminta menjauh tetapi selalu kembali lagi.

Kisah 2

Seorang anak usia kelas 6 SD, sebutlah namanya A. Dia selalu merasa kesulitan dengan pelajaran matematika. Jangankan memahami rumus yang rumit, penjumlahan dan pengurangan saja setiap saat masih harus diingatkan.

Namun, dia pandai dalam olah raga. Di sekolah ia masuk tim sepak bola dan berhasil mengantarkan sekolah menjadi juara sejak kelas 4 SD.

Saya tidak mau memaksa sang anak untuk mendapatkan nilai bagus dalam matematika. Kemampuan orang berbeda-beda bukan?

Suatu kali ibu A datang dan bercerita. “Saya kesulitan mengajak A belajar matematika Ummi. Nggak seperti kakaknya! Susah sekali! Hanya saja saya heran, nilai ulangan matematikanya tidak pernah kurang dari 8.”

Saya tidak pernah kebenaran cerita Ibu A pada anaknya. Saya hanya cukup tahu kalau teman-teman A bercerita bahwa A mendapat nilai bagus karena menyontek.

*****

Kisah 1 di atas saya temui  lebih dari 20 tahun yang lalu, ketika mengantarkan anak pertama saya lomba pertama kali. Sesuatu yang masih terus terjadi hingga kini dengan cara berbeda-beda.

Sementara itu, kisah 2 saya temui di banyak murid saya. Tentu saja dengan versi berbeda-beda pula. Intinya, kebanyakan orang tua akan bangga pada nilai bagus yang diperoleh anak tanpa intropeksi. Apakah benar anak mempunyai kemampuan demikian atau nilai bagus diperoleh karena kecurangan?

Yes, dua hal di atas dapat Temans temui dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, sejatinya hampir setiap orang yang ditanya pasti ingin anaknya jujur, shaleh / shalehah, dan berakhlak baik.

Mengajarkan Anak Kejujuran

Saya menilai bahwa tidak ada kamus atau pelajaran tentang kejujuran pada anak. Yang ada adalah keteladanan dan pembiasaan.

Rasulullah bersabda dalam salah satu hadist, yang artinya:

Hendaklah kalian melakukan jujur ​​karena sungguh kejujuran itu akan mengantarkan kepada kebaikan dan sungguh menguntungkan itu akan mengantarkan ke surga dan mendukung siapapun membiasakan diri untuk memperbaikinya maka akan diuraikan di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah kalian dari melakukan kebohongan / lakukan dusta, karena sungguh kebohongan itu akan mengantarkan kefasikan, dan sebaliknya kefasikan itu akan mengantarkan ke neraka. Dan sungguh seseorang yang selalu membiasakan diri untuk berdusta karena kebiasaannya itu berdusta maka ia akan diperhitungkan di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai pendusta ” (H.R Imam Bukhari dalam Shahih al Adabul Mufrad).

Saya bukanlah ahli hadist atau ulama. Namun, dari hadist di atas saya dapat menyimpulkan bahwa jujur merupakan hal yang wajib. Sesuatu yang dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan menghasilkan dosa.

Berkaitan dengan keteladanan sikap jujur pada anak, ada sebuah kisah yang diabadikan dalam banyak literatur.

Suatu hari Rasulullah sedang berada di rumah Ibunda dari Abdullah bin Amir. Ibunda dari Abdullah memanggil anaknya untuk suatu keperluan. Agar anaknya mau mengerjakan sesuai keinginan, maka sang Ibunda mengatakan akan memberikan kurma.

Rasulullah yang mendengar percakapan antara Ibu dan anak tersebut langsung menegur. Rasulullah mengatakan bahwa mengiming-imingi anak dengan sesuatu yang sebenarnya tidak akan diberikan merupakan suatu kedustaan. Dengan demikian Allah menilai perbuatan tersebut suatu kebohongan.

Hmm.. Pernahkah Temans melakukannya?

Alasan Anak Berbohong

Jadi, sekali lagi ditegaskan bahwa tidak ada cara mengajarkan anak kejujuran, seperti mengajarinya pelajaran matematika atau bahasa Indonesia. Kejujuran memerlukan teladan dan pembiasaan.

Nah, agar keteladanan dan pembiasaan dapat diterapkan, ketahui beberapa alasan anak berbohong di bawah ini!

1. Meniru

Anak merupakan peniru yang hebat tanpa disadari.

Perhatikan saja, mulai dari gayanya tersenyum atau marah. Diakui atau tidak, dia meniru yang dilihatnya di sekeliling.

Seorang ibu yang melakukan cara salah ketika memasukkan anak ke sekolah favorit, akan dicatat dalam hati. Seseorang boleh melakukan apa saja untuk memperoleh sesuatu.

Begitu pula jika ayah meminta anak mengatakan dia tidak ada ketika ada tamu yang datang. Anak akan mencatat, berbohong tidak masalah untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

2. Tidak Ingin Dimarahi

Apa yang terjadi jika Ananda memperoleh nilai jelek di sekolah? Orang tua sering kali marah. Akhirnya, agar tidak dimarahi, ia menyontek. Dengan nilai bagus, anak senang tidak dimarahi.

Begitu pula jika anak tidak sengaja menjatuhkan smartphone orang tua. Dia mungkin saja meletakkannya kembali dan berpura-pura tidak terjadi apapun.

Apa yang terjadi jika anak berkata jujur? Apakah orang tua akan marah?

Ini beberapa kali terjadi pada saya. Saat anak jujur dia memecahkan gelas dan menumpahkan air minum di kertas-kertas pekerjaan rumah, mereka sangat ketakutan. Saya ingin sekali marah. Selesai marah, baru tersadar akan akibatnya.

Orang tua memang harus pandai mengontrol emosi.

3. Ingin Memperoleh Sesuatu

Ingin memperoleh sesuatu dapat terlihat dari kisah 1 di atas. Secara tidak sadar, agar anak menang orang tua melakukan hal-hal yang curang.

Ujian yang paling terasa di masa pandemi Corona 2020 ini, Anak belajar dan ujian di rumah.

Agar mudah dan cepat, orang tua tidak lagi mendampingi anak tetapi juga memberi tahu jawaban soal.

Anak akan merekam bahwa untuk memperoleh sesuatu boleh saja melakukan hal yang dilarang. Apalagi jika kecurangan dianggap biasa. Curang karena tidak ingin nilai yag diperoleh lebi rendah dari anak lain.

Masih kecil menyontek adalah hal biasa. Ketika sekolah lanjutan, anak akan mengambil beberapa alat tulis orang lain yang berada di mejanya dengan alasan biasa pula. Sepertinya, jika kecurangan atau bohong yang sudah banyak dilakukan secara umum, bukanlah berdosa. Padahal sama saja.

Di sini benih-benih koruptor berasal? Melakukan kebohongan adalah biasa jika orang lain juga melakukannya secara terang-terangan. Kejujuran yang disebut sebagai mata uang yang berlaku di mana saja, hampir tidak terbukti di masa kini.

So, Temans berat ya tugas dan kewajiban orang tua?

Jangan khawatir, Allah tetap menilai proses atau usaha. Jika kejujuran sudah menjadi sebuah kebiasaan, anak yang akan mengingatkan Anda jika tidak jujur.

Anak dapat mengatakan, “Bunda, bukankah kemarin berjanji akan menemani adik bermain hari ini?” atau “Bunda, kok berbohong?”

Senang sekali jika Ananda tumbuh besar menjadi orang jujur.

Lebih luas lagi, jika setiap keluarga sudah menerapkan teladan hidup jujur tentu di masa yang akan datang tidak akan ada lagi koruptor bukan? 



16 komentar:

  1. Setuju sekali mba. Sebagai orang tua kita harus memberikan teladan kejujuran kalau ingin anak2 jujur. Dan agar anak berani jujur memang jangan langsung dimarahi kalau mereka salah ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Marahnya sering spontan.. Harus belajar banyak menahan diri

      Hapus
  2. Saya ingat betul ketika si sulung berbohong, karena takut dimarahin oleh saya. Saya malah tambah marah jadinya. Saya bilang, saya tidak akan pernah marah jika dia berkata jujur. Saat itu dia ngompol tapi si sulung bilang celananya basah ketumpahan air.

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he.. Lucu ceritanya. Anak sekarang selalu punya banyak cara buat ngeles. saya juga pernah mengalami

      Hapus
  3. �� Setuju, mengajarkan anak kejujuran. Trims sharingnya

    BalasHapus
  4. Jujur sangat penting..

    2 cobtoh diatas sangat sering terjadi, dan menjadi cobaan bagi ortu untuk tetap mendisiplinkan jujur.. makasih mba tulisannya sangat bermanfaat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cobaan besar Mbak. Kadang2 tanpa saya sadari sudah mengajarkan hal yang salah

      Hapus
  5. Iyes, betul-betul anak adalah peniru ulung. Harus diajarkan kejujuran sejak disini.

    BalasHapus
  6. Masya Allah. Bener banget Mbak artikelnya. Aku sendiri ngerasin kalau anak anak ketahuan berbohong krn mereka enggak mau dimarahin. Jadi mengajarkan kejujuran penting banget ya Mbak, sejak dini...

    BalasHapus
  7. Betul, kak. Kalau anak-anak sudah sedari kecil dibiasakan nyaman dengan kejujuran. Tentu mereka akan enggan untuk berbuat curang apalagi bohong sama korupsi. Nauzubillah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga anak-anak kita terhindar dari yang demikian

      Hapus
  8. Si sulung pernah berbohong karena takut saya marah. Justru saya malah semakin marah. Saya tegaskan lebih baik kamu jujur dan bunda berjanji bunda enggak akan marah serta menghargai kejujuranmu

    BalasHapus