Kisah 1
Seorang anak remaja
pulang sekolah sambil cemberut.
“Kenapa, sayang?” Mama
yang sedang duduk melihat gadgetnya bertanya.
“Pindah sekolah ya Ma?”
“Lho, kan baru sebulan?”
“Di sana aku nggak ada temannya. Mama sih, padahal
aku mau sekolah di SMAN 10 kemarin. Banyak temanku di sana.”
“Yah, ini demi kebaikan
kamu. Sekolah sekarang lebih mudah akses transportasinya. Kamu juga yang bilang nggak mau sekolah jauh.”
“Di sana nggak enak ternyata Mah. Gurunya juga nggak menyenangkan.”
“Oke, begini saja. Kamu
tunggu saja sampai sebulan lagi.”
Alhamdulillah, bahkan sampai
satu tahun berlalu sang anak tidak pernah lagi meminta pindah sekolah. Mama
juga dengan sengaja tidak pernah mengungkitnya lagi.
Kisah 2
“Ummi, aku mau kuliah di
sini. Tempatnya daerah Serpong. Lulusannya bisa ke Jerman.”
Ummi menarik napas. Anak
pertamanya ini memang ingin sekali berkuliah ke Jerman atau Jepang. Namun, suaminya
tidak setuju. Alasannya, ananda belum siap hidup mandiri. Sholat saja belum
bisa memulai tanpa disuruh.
Pernah seorang gurunya
menyarankan ananda untuk shalat 5 waktu tanpa disuruh sebelum lulus SMA.
Buktikan pada ayahnya jika dia dapat hidup mandiri tetapi tidak dilaksanakan.
Akhirnya kedua orang tua
menyetujui kuliah pilihan sang anak di sebuah kampus elite daerah pinggiran
Jakarta.
Di sana, dia hanya
bertahan satu semester. Setelah itu, ananda terlihat jarang kuliah.
“Nak, mengapa ummi lihat
kamu jarang berangkat kuliah? Nggak mungkin bukan libur semesternya lebih dari
3 bulan?”
Ananda yang lebih banyak
di kamar keluar mendengar ummi menegur.
“Iya, Ummi. Aku berhenti
kuliah di sana saja ya? Nggak apa deh ulang lagi semester 1 di tahun ajaran
baru.”
“Mengapa?”
“Di sana ada yang suka
bully, Mi. Ada anak perempuan dan gengnya yang suka seenaknya pada orang lain.”
“Kamu bisa melawan bukan?
Minimal cuek aja. Nggak usah diladeni. Kamu laki-laki.”
“Tapi jadi nggak nyaman Ummi. Lagian masa berantem sama
perempuan.”
“Ya sudah. Coba bicara
saja dengan ayah.”
Akhirnya Ananda pindah
kuliah dan mengulang kembali ke semester 1.
Ananda baru kuliah tetap
saat kepindahan kedua. Kepindahannya kedua dilakukan dengan alasan, dosen yang
mengajar sepertinya tidak kompeten. Dosen bahasa Inggrisnya saja, bahasanya pas-pasan.
Kepindahan ketiga,
Alhamdulillah Ananda berkuliah di Yogyakarta. Di sana dia bersama sang adik
yang menyusul kuliah di semester 1 meski tidak satu kampus.
*****
Di atas saya hanya
menuliskan dua kisah tentang permintaan anak pindah sekolah dan pindah kuliah. Kedua-duanya berhasil dilalui dengan baik.
Di kisah lain ada anak
yang pada akhirnya berhenti kuliah karena tidak dapat beradaptasi dan orang tua
tidak dapat membiayai kepindahannya. Padahal selama sekolah, ananda cukup
pandai dan selalu rangking kelas ketika sekolah dasar.
Alasan Orang Tua Tidak Mengijinkan Anak Pindah Sekolah
Ketika anak meminta
pindah sekolah (termasuk kuliah), sebagian besar karena ketidaknyamanan. Baik
karena tidak mempunyai teman, guru atau dosen galak atau tidak sesuai harapan,
dan tempat yang tidak bagus. Cara dikisah pertama cukup bagus. Orang tua
berjanji akan mempertimbangkan kembali pindah sekolah setelah 1 bulan.
Pada dasarnya, semua
intinya adalah adaptasi. Anak-anak rata meminta pindah ketika sekolah atau
kuliah baru berjalan kurang dari 6 bulan. Jarang sekali yang meminta berhenti
dan pindah setelah 1 tahun. Bahkan, ketika orang tua harus pindah tugas ke luar
kota anak yang enggan. Mereka sudah merasa sudah cocok dengan lingkungan
barunya.
Oleh karena itu, beberapa
pakar pendidikan anak menyarankan agar orang tua tidak segera mengiyakan atau
mengijinkan ketika anak ingin pindah sekolah. Beberapa alasan yang banyak
dikemukakan adalah sebagai berikut.
1. Anak Harus Belajar Menyelesaikan
Masalahnya Sendiri
Temans,
masalah seperti yang dikemukakan di atas biasanya baru terjadi ketika anak
menginjak usia sekolah menengah.
Ini terjadi
karena di masa itu, rata-rata anak baru dilepaskan mandiri oleh orang tua.
Sebelumnya, mereka diantar jemput, ada grup WA orang tua yang intens, dan
lain-lain. Orang tua menyelesaikan semua masalah anaknya, baik dengan teman
atau guru.
Contoh kecil,
ketika anak tertinggal tugas sekolah orang tua langsung mengantarkan tugasnya
ke sekolah. Hal yang tidak berlaku ketika usia remaja. Orang tua sudah tidak
lagi tahu yang terjadi di sekolah. Siswa lebih banyak. Ikatan antar orang tua
berkurang.
Saat
ketinggalan tugas di rumah, anak harus menanggung akibatnya, ditegur oleh guru.
Biarkanlah
seperti itu! Anak harus belajar menyelesaikan masalahnya sendiri dan mencari
solusi agar tidak terulang lagi. Tugas Temans hanya mengingatkan, mendengarkan
anak bercerita, dan memberi nasihat berupa solusi, bukan dalam tindakan.
2. Anak Harus Belajar Menghargai
Setiap Keputusan
Zaman
sekarang sudah jarang sekali orang tua yang memutuskan sekolah anak sendiri.
Umumnya anak ikut terlibat. Sebagian lagi anak memilih sendiri. Minimal anak tahu pilihan orang tuanya.
Jadi, sekolah
adalah keputusan bersama. Dengan demikian, anak tidak dapat melanggar begitu
saja keputusan tersebut.
Anak belajar
bahwa setiap keputusan ada resiko yang harus diterima. Tidak ada keputusan yang
sepenuhnya menyenangkan.
3. Anak Harus Belajar Berpikir
Sebelum Bertindak
Orang tua
tidak harus langsung mengiyakan ketika anak
ingin pindah sekolah.
Ajarkan
mereka berpikir sebelum bertindak! Berilah mereka konsekuensi kepindahan!
Misalnya,
uang saku dipotong karena pindah berarti biaya tambahan, harus kembali ke kelas
awal jika pindah dari pesantren, dan di sekolah baru belum tentu akan
mendapatkan suasana yang diinginkan.
4. Anak Belajar Menerima Kondisi
Lingkungannya
Suasana
sekolah; siswa, guru, dan tempat baru pasti akan berbeda dengan sebelumnya.
Apalagi jika sebelumnya anak belajar di sekolah swasta favorit dan pindah ke
sekolah lanjutan negeri, apapun alasannya.
Sekolah
lanjutan umumnya mempunyai siswa lebih banyak. Mereka dari berbagai golongan.
Sekolah negeri juga belum tentu mempunyai fasilitas sebagus sekolah swasta.
Ajarkan anak
untuk menerima kondisi lingkungannya dan berempati. Ini bagus untuk melatih
rasa sosial.
5. Anak Dididik Bertanggung Jawab
Terakhir,
anak dididik untuk bertanggung jawab dengan pilihan dan semua yang
dilakukannya.
Bertanggung
jawab jika sekolah dia yang memilih. Bertanggung jawab karena bukan salah guru
jika ditegur karena tidak membwa tugas, dan seterusnya.
Lalu kapan orang tua mengijinkankan
anak pindah sekolah? Apa pertimbangannya?
Jika suatu saat anak
Temans bercerita bahwa dirinya dibully dan tidak dapat ditolerir lagi, bisa
menjadi alasan utama.
Dalam kasus ini mungkin
saja pihak sekolah menyelesaikan masalah yang ada. Namun, bagi beberapa anak
persaaan tidak nyaman dapat timbul. Mungkin saja dia tetap bersikeras pindah
sekolah.
Namun, harus diingat
bahwa untuk masalah ini orang tua dan lingkungan sekitar harus berusaha
meningkatkan kepercayaan diri anak agar kejadian bully tidak terulang kembali.
Akhir kata, sekolah
merupakan miniatur kehidupan nyata.
Bukan sekadar untuk memperoleh ijazah atau prestasi tertentu. Di sini menjadi
tempat pertama anak bersosialisasi dengan lingkungan lebih besar. Jika anak
berhasil melewatinya dengan baik. insyaAllah di kehidupan selanjutnya anak
dapat lebih mampu menghadapi ujiannya.
Dulu waktu SD aku juga sempat pengen banget pindah sekolah karena tidak nyaman dengan teman2 yg aku rasa cukup dominan. Sampe aku curhat di buku dengan harapan mama membaca, tapi entah dibaca atau gak, haha pindah sekolah itu tak pernah terjadi.
BalasHapusMelihat cerita di atas, aku jadi merasa sesuatu yang tak terselesaikan dgn baik (emosi negatif) bisa terulang. Namanya juga energi menarik energi yang sama. Jadi penting merelease emosi negatif dan menggantinya dengan emosi positif. Setelah aku ingat2 lagi sampai kuliah aku juga merasa tak bgitu nyaman di sekolah. Hehe... Dulu belum tahu ilmunya.
Keren nih.. Saya juga jadi tau ilmunya dengan baca Tulisan2 Mbak Arum
HapusYa, sebisanya pindah itu solusi terakhir, ya. Karena bagaimana pun tidak ada kondisi yang benar2 ideal dengan mau kita di dunia ini.
BalasHapusBetul sekali.. Anak harus juga belajar memahami hal tersebut. Terima kasih Mbak
BalasHapusSaya setuju kalau sejak dini, biasakan komunikasi antar anak dan orang tua selalu terjalin. Sehingga saat ada masalah, Insyaallah bisa dibicarakan, bukan mengedepankan kehendak sebilah pihak saja. Tanpa ada informasi masalah sebenarnya
BalasHapusMasalah pindah sekolah ini menjadi momok bagi orang tua ya mbak. Saya ada teman yang sempat mengalami kekecewaan karena anaknya tidak betah di pesantren dan minta pindah ke sekolah reguler. Kalau saya intinya adalah komunikasi dan doa. Jadi sebelum anak memilih sekolah, kita ajak mereka diskusi dulu, bahwa sekolah itu bukan permainan yang bisa segampang itu pindah2, kita juga mungkin bisa memberi tahu tentang perasaan kita, bagaiman jika mereka minta pindah sekolah.
BalasHapusTapi kalau memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi ya kita harus bisa bersikap bijalsana, tetapi tetap ya mbak, harus memberikan pengertian kepada anak, bahwa setiap keputusan yang di ambil harus bisa di pertanggung jawabkan.
Masya Allah, ini bacaan bagus buat orangtua. Jadi ingat dulu jg sempat mikir mau pindah kampus, tapi awal keterimanya susah dan repot urus pindahan. Akhirnya ditahan saja. Alhamdulillah, baik-baik saja
BalasHapusPindah sekolah mungkin jadi opsi paling akhir ya bun... apalagi kalau memang anak ikut terlibat mengambil keputusan ia mau sekolah di situ. Itu bagian dari pembelajaran juga kalau segala keputusan mengandung konsekuensi. Saya belum sampai fase itu sih, anak-anak saya masih kecil. Tapi dari tulisan ini saya jadi banyak mendapat insight. Terima kasih :)
BalasHapusIni ceritanya mirip dengan adik saya, Mbak. Sampai 2 kali pindah kuliah karena merasa nggak nyaman dan bosan dengan pilihannya sendiri. Meski orang tua mampu membiayai tapi kan sayang ya. Memang benar anak harus diajarkan bertanggung jawab dengan pilihannya. Dan sebelumnya harus benar-benar memikirkan dan mencari tahu lagi baik buruk pilihannya itu.
BalasHapusBetul sekali. Ajarkan kemandirian dan konsekuen pada anak. Orang tua harus paham, tidak semua keinginan mereka mesti dituruti. Jika ia tidak nyaman, dicari dulu penyebabnya. Diselesaikan dengan baik-baik. Apa lagi sejenin pembulyan. Jika masih berlanjut, ada baiknya untuk keputusan lain yang lebih aman.
BalasHapusDulu waktu masih sekolah aku juga pernah pengen pindah sekolah, tapi kalo aku ga berani ngomong ke orang tua, bukan karena takut sih tapi masih galau aja apa keinginanku ini bener apa ngga, haha.. Tapi akhirnya bertahan sampe lulus. Sekarang kalo inget itu semua jadi senyum-senyum sendiri
BalasHapusAku pernah pingin pindah sekolah karena merasa nggak punya teman. Tapi lalu mikir lagi, apa iya di sekolah baru jadi lebih baik. Akhirnya ya udah. Telan aja semuanya.
BalasHapusKemampuan beradaptasi memang harus kita ajarkan ke anak². Krn di masanya nanti bakal banyak hal dan kondisi yg mengharuskan dia pandai menyesuaikan diri
BalasHapus