Sabtu, 13 Juni 2020

Aku Ingin Pindah Sekolah!

Kisah 1

Seorang anak remaja pulang sekolah sambil cemberut.

“Kenapa, sayang?” Mama yang sedang duduk melihat gadgetnya bertanya.

“Pindah sekolah ya Ma?”

“Lho, kan baru sebulan?”

“Di sana aku nggak ada temannya. Mama sih, padahal aku mau sekolah di SMAN 10 kemarin. Banyak temanku di sana.”

“Yah, ini demi kebaikan kamu. Sekolah sekarang lebih mudah akses transportasinya. Kamu juga yang bilang nggak mau sekolah jauh.”

“Di sana nggak enak ternyata Mah. Gurunya juga nggak menyenangkan.”

“Oke, begini saja. Kamu tunggu saja sampai sebulan lagi.”

Alhamdulillah, bahkan sampai satu tahun berlalu sang anak tidak pernah lagi meminta pindah sekolah. Mama juga dengan sengaja tidak pernah mengungkitnya lagi.

Kisah 2

“Ummi, aku mau kuliah di sini. Tempatnya daerah Serpong. Lulusannya bisa ke Jerman.”

Ummi menarik napas. Anak pertamanya ini memang ingin sekali berkuliah ke Jerman atau Jepang. Namun, suaminya tidak setuju. Alasannya, ananda belum siap hidup mandiri. Sholat saja belum bisa memulai tanpa disuruh.

Pernah seorang gurunya menyarankan ananda untuk shalat 5 waktu tanpa disuruh sebelum lulus SMA. Buktikan pada ayahnya jika dia dapat hidup mandiri tetapi tidak dilaksanakan.

Akhirnya kedua orang tua menyetujui kuliah pilihan sang anak di sebuah kampus elite daerah pinggiran Jakarta.

Di sana, dia hanya bertahan satu semester. Setelah itu, ananda terlihat jarang kuliah.

“Nak, mengapa ummi lihat kamu jarang berangkat kuliah? Nggak mungkin bukan libur semesternya lebih dari 3 bulan?”

Ananda yang lebih banyak di kamar keluar mendengar ummi menegur.

“Iya, Ummi. Aku berhenti kuliah di sana saja ya? Nggak apa deh ulang lagi semester 1 di tahun ajaran baru.”

“Mengapa?”

“Di sana ada yang suka bully, Mi. Ada anak perempuan dan gengnya yang suka seenaknya pada orang lain.”

“Kamu bisa melawan bukan? Minimal  cuek aja. Nggak usah diladeni. Kamu laki-laki.”

“Tapi jadi nggak nyaman Ummi. Lagian masa berantem sama perempuan.”

“Ya sudah. Coba bicara saja dengan ayah.”

Akhirnya Ananda pindah kuliah dan mengulang kembali ke semester 1.

Ananda baru kuliah tetap saat kepindahan kedua. Kepindahannya kedua dilakukan dengan alasan, dosen yang mengajar sepertinya tidak kompeten. Dosen bahasa Inggrisnya saja, bahasanya pas-pasan.

Kepindahan ketiga, Alhamdulillah Ananda berkuliah di Yogyakarta. Di sana dia bersama sang adik yang menyusul kuliah di semester 1 meski tidak satu kampus.

*****

Di atas saya hanya menuliskan dua kisah tentang permintaan anak pindah sekolah dan pindah kuliah.  Kedua-duanya berhasil dilalui dengan baik.

Di kisah lain ada anak yang pada akhirnya berhenti kuliah karena tidak dapat beradaptasi dan orang tua tidak dapat membiayai kepindahannya. Padahal selama sekolah, ananda cukup pandai dan selalu rangking kelas ketika sekolah dasar.

Alasan Orang Tua Tidak Mengijinkan  Anak Pindah Sekolah

Ketika anak meminta pindah sekolah (termasuk kuliah), sebagian besar karena ketidaknyamanan. Baik karena tidak mempunyai teman, guru atau dosen galak atau tidak sesuai harapan, dan tempat yang tidak bagus. Cara dikisah pertama cukup bagus. Orang tua berjanji akan mempertimbangkan kembali pindah sekolah setelah 1 bulan.

Pada dasarnya, semua intinya adalah adaptasi. Anak-anak rata meminta pindah ketika sekolah atau kuliah baru berjalan kurang dari 6 bulan. Jarang sekali yang meminta berhenti dan pindah setelah 1 tahun. Bahkan, ketika orang tua harus pindah tugas ke luar kota anak yang enggan. Mereka sudah merasa sudah cocok dengan lingkungan barunya.

Oleh karena itu, beberapa pakar pendidikan anak menyarankan agar orang tua tidak segera mengiyakan atau mengijinkan ketika anak ingin pindah sekolah. Beberapa alasan yang banyak dikemukakan adalah sebagai berikut.

1. Anak Harus Belajar Menyelesaikan Masalahnya Sendiri

Temans, masalah seperti yang dikemukakan di atas biasanya baru terjadi ketika anak menginjak usia sekolah menengah.

Ini terjadi karena di masa itu, rata-rata anak baru dilepaskan mandiri oleh orang tua. Sebelumnya, mereka diantar jemput, ada grup WA orang tua yang intens, dan lain-lain. Orang tua menyelesaikan semua masalah anaknya, baik dengan teman atau guru.

Contoh kecil, ketika anak tertinggal tugas sekolah orang tua langsung mengantarkan tugasnya ke sekolah. Hal yang tidak berlaku ketika usia remaja. Orang tua sudah tidak lagi tahu yang terjadi di sekolah. Siswa lebih banyak. Ikatan antar orang tua berkurang.

Saat ketinggalan tugas di rumah, anak harus menanggung akibatnya, ditegur oleh guru.

Biarkanlah seperti itu! Anak harus belajar menyelesaikan masalahnya sendiri dan mencari solusi agar tidak terulang lagi. Tugas Temans hanya mengingatkan, mendengarkan anak bercerita, dan memberi nasihat berupa solusi, bukan dalam tindakan.

2. Anak Harus Belajar Menghargai Setiap Keputusan

Zaman sekarang sudah jarang sekali orang tua yang memutuskan sekolah anak sendiri. Umumnya anak ikut terlibat. Sebagian lagi anak memilih sendiri.  Minimal anak tahu pilihan orang tuanya.

Jadi, sekolah adalah keputusan bersama. Dengan demikian, anak tidak dapat melanggar begitu saja keputusan tersebut.

Anak belajar bahwa setiap keputusan ada resiko yang harus diterima. Tidak ada keputusan yang sepenuhnya menyenangkan.

3. Anak Harus Belajar Berpikir Sebelum Bertindak

Orang tua tidak harus langsung mengiyakan ketika anak  ingin pindah sekolah.

Ajarkan mereka berpikir sebelum bertindak! Berilah mereka konsekuensi kepindahan!

Misalnya, uang saku dipotong karena pindah berarti biaya tambahan, harus kembali ke kelas awal jika pindah dari pesantren, dan di sekolah baru belum tentu akan mendapatkan suasana yang diinginkan.

4. Anak Belajar Menerima Kondisi Lingkungannya

Suasana sekolah; siswa, guru, dan tempat baru pasti akan berbeda dengan sebelumnya. Apalagi jika sebelumnya anak belajar di sekolah swasta favorit dan pindah ke sekolah lanjutan negeri, apapun alasannya.

Sekolah lanjutan umumnya mempunyai siswa lebih banyak. Mereka dari berbagai golongan. Sekolah negeri juga belum tentu mempunyai fasilitas sebagus sekolah swasta.

Ajarkan anak untuk menerima kondisi lingkungannya dan berempati. Ini bagus untuk melatih rasa sosial.

5. Anak Dididik Bertanggung Jawab

Terakhir, anak dididik untuk bertanggung jawab dengan pilihan dan semua yang dilakukannya.

Bertanggung jawab jika sekolah dia yang memilih. Bertanggung jawab karena bukan salah guru jika ditegur karena tidak membwa tugas, dan seterusnya.

Lalu kapan orang tua mengijinkankan anak pindah sekolah? Apa pertimbangannya?

Jika suatu saat anak Temans bercerita bahwa dirinya dibully dan tidak dapat ditolerir lagi, bisa menjadi alasan utama.

Dalam kasus ini mungkin saja pihak sekolah menyelesaikan masalah yang ada. Namun, bagi beberapa anak persaaan tidak nyaman dapat timbul. Mungkin saja dia tetap bersikeras pindah sekolah.

Namun, harus diingat bahwa untuk masalah ini orang tua dan lingkungan sekitar harus berusaha meningkatkan kepercayaan diri anak agar kejadian bully tidak terulang kembali.

Akhir kata, sekolah merupakan  miniatur kehidupan nyata. Bukan sekadar untuk memperoleh ijazah atau prestasi tertentu. Di sini menjadi tempat pertama anak bersosialisasi dengan lingkungan lebih besar. Jika anak berhasil melewatinya dengan baik. insyaAllah di kehidupan selanjutnya anak dapat lebih mampu menghadapi ujiannya.

  


13 komentar:

  1. Dulu waktu SD aku juga sempat pengen banget pindah sekolah karena tidak nyaman dengan teman2 yg aku rasa cukup dominan. Sampe aku curhat di buku dengan harapan mama membaca, tapi entah dibaca atau gak, haha pindah sekolah itu tak pernah terjadi.

    Melihat cerita di atas, aku jadi merasa sesuatu yang tak terselesaikan dgn baik (emosi negatif) bisa terulang. Namanya juga energi menarik energi yang sama. Jadi penting merelease emosi negatif dan menggantinya dengan emosi positif. Setelah aku ingat2 lagi sampai kuliah aku juga merasa tak bgitu nyaman di sekolah. Hehe... Dulu belum tahu ilmunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren nih.. Saya juga jadi tau ilmunya dengan baca Tulisan2 Mbak Arum

      Hapus
  2. Ya, sebisanya pindah itu solusi terakhir, ya. Karena bagaimana pun tidak ada kondisi yang benar2 ideal dengan mau kita di dunia ini.

    BalasHapus
  3. Betul sekali.. Anak harus juga belajar memahami hal tersebut. Terima kasih Mbak

    BalasHapus
  4. Saya setuju kalau sejak dini, biasakan komunikasi antar anak dan orang tua selalu terjalin. Sehingga saat ada masalah, Insyaallah bisa dibicarakan, bukan mengedepankan kehendak sebilah pihak saja. Tanpa ada informasi masalah sebenarnya

    BalasHapus
  5. Masalah pindah sekolah ini menjadi momok bagi orang tua ya mbak. Saya ada teman yang sempat mengalami kekecewaan karena anaknya tidak betah di pesantren dan minta pindah ke sekolah reguler. Kalau saya intinya adalah komunikasi dan doa. Jadi sebelum anak memilih sekolah, kita ajak mereka diskusi dulu, bahwa sekolah itu bukan permainan yang bisa segampang itu pindah2, kita juga mungkin bisa memberi tahu tentang perasaan kita, bagaiman jika mereka minta pindah sekolah.

    Tapi kalau memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi ya kita harus bisa bersikap bijalsana, tetapi tetap ya mbak, harus memberikan pengertian kepada anak, bahwa setiap keputusan yang di ambil harus bisa di pertanggung jawabkan.

    BalasHapus
  6. Masya Allah, ini bacaan bagus buat orangtua. Jadi ingat dulu jg sempat mikir mau pindah kampus, tapi awal keterimanya susah dan repot urus pindahan. Akhirnya ditahan saja. Alhamdulillah, baik-baik saja

    BalasHapus
  7. Pindah sekolah mungkin jadi opsi paling akhir ya bun... apalagi kalau memang anak ikut terlibat mengambil keputusan ia mau sekolah di situ. Itu bagian dari pembelajaran juga kalau segala keputusan mengandung konsekuensi. Saya belum sampai fase itu sih, anak-anak saya masih kecil. Tapi dari tulisan ini saya jadi banyak mendapat insight. Terima kasih :)

    BalasHapus
  8. Ini ceritanya mirip dengan adik saya, Mbak. Sampai 2 kali pindah kuliah karena merasa nggak nyaman dan bosan dengan pilihannya sendiri. Meski orang tua mampu membiayai tapi kan sayang ya. Memang benar anak harus diajarkan bertanggung jawab dengan pilihannya. Dan sebelumnya harus benar-benar memikirkan dan mencari tahu lagi baik buruk pilihannya itu.

    BalasHapus
  9. Betul sekali. Ajarkan kemandirian dan konsekuen pada anak. Orang tua harus paham, tidak semua keinginan mereka mesti dituruti. Jika ia tidak nyaman, dicari dulu penyebabnya. Diselesaikan dengan baik-baik. Apa lagi sejenin pembulyan. Jika masih berlanjut, ada baiknya untuk keputusan lain yang lebih aman.

    BalasHapus
  10. Dulu waktu masih sekolah aku juga pernah pengen pindah sekolah, tapi kalo aku ga berani ngomong ke orang tua, bukan karena takut sih tapi masih galau aja apa keinginanku ini bener apa ngga, haha.. Tapi akhirnya bertahan sampe lulus. Sekarang kalo inget itu semua jadi senyum-senyum sendiri

    BalasHapus
  11. Aku pernah pingin pindah sekolah karena merasa nggak punya teman. Tapi lalu mikir lagi, apa iya di sekolah baru jadi lebih baik. Akhirnya ya udah. Telan aja semuanya.

    BalasHapus
  12. Kemampuan beradaptasi memang harus kita ajarkan ke anak². Krn di masanya nanti bakal banyak hal dan kondisi yg mengharuskan dia pandai menyesuaikan diri

    BalasHapus