Jumat, 05 Juni 2020

Ayah dan Bunda Mandi Bersama

“Baik dan buruknya anak tanpa disadari adalah cermin keteladanan orang tua”


Sumber gambar: tagar.id

Kisah 1

Dua tahun lalu saya mengajar privat siswa kelas 4 SD. Dia mempunyai seorang adik yang masih usia prasekolah.  Seperti murid lain, biasanya murid-murid suka bercerita.

Kali ini, si adik yang bercerita menemani saya yang menunggu sang kakak mengerjakan soal.

“Ummi, ayah seperti anak-anak deh!”

“O, iya? Kenapa?”

“Ayah suka minta dimandiin sama bunda kalau di rumah.”

“Oh..” Sesaat saya tidak dapat berkata apa-apa. “Mungkin  ayah sedang sakit.”

Nggak kok Ummi. Masa sakit terus-terusan. Kadang-kadang bunda juga sekalian ikutan mandi.”

“Kalau begitu, kamu tanya sama bunda saja kenapa ayah sering dimandikan. Pasti ada alasannya.”

“Iya deh! Kalau ayah dimandikan, aku juga mau dimandikan sama Bunda.”

Kisah 2

“Ih, siapa yang meminta belajar hari ini?” Saya bertanya begitu ketiga murid bersaudara ini sampai.

“Mama yang menyuruh, Ummi.”

“Oke, kenapa terlambat? Setengah jam lebih.”

“Andi, Ummi!” (nama bukan sebenarnya)

“Kenapa Andi?” Saya bertanya kepada anak laki-laki satu-satunya dari tiga bersaudara. Dia kelas 2 SD, sementara sang kakak kelas 5 dan 6 SD.

“Mandinya lama! Gosok-gosokkan sama Nita (juga nama samaran).”

“Siapa Nita?”

“Pacarnya Ummi. Dia mandinyaa barengan. Asyik! Jadinya lama.”

Akhirnya ketiga anak tersebut saling melempar ejekan sampai saya lerai dan diiringi wejangan bagaimana hubungan anak laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Saya tahu bahwa cerita tentang mandi bersama dengan pacar adalah cerita bohong atau ejekan di antara mereka. Namun, yang saya tangkap mereka paling tidak mengetahui secara detil apa saja yang dilakukan dua insan lain jenis mandi bersama.

Seram membayangkan apa yang ada di pikiran mereka.

*****

Kisah pertama di atas jelas bahwa sang anak menyeritakan ibunya. Di kisah kedua, memang belum tentu ketiga kakak beradik mengetahui “mandi bersama” dari orang tua mereka. Yang pasti, satu hal yang saya pelajari, disadari atau tidak segala tingkah laku orang tua dan orang dewasa menjadi teladan anak-anak. Mereka dapat bercerita kepada siapa saja tanpa disengaja. Apalagi ini mencakup hubungan dengan lawan jenis yang dapat terekam jelas dalam ingatan.

Di tulisan sebelumnya, saya sedikit membahas tentang pendidikan seks dalam perspektif Islam. Meski tidak disebutkan sebagai pendidikan, Alquran telah menjelaskan segalanya.

Islam sendiri telah menjelaskan beberapa langkah tentang hubungan laki-laki dan perempuan sejak dini. Di bawah ini langkah-langkah yang saya kutip dari Zulmia Ilmawati, Psikolog dan Pemerhati Anak dan Remaja dalam bukunya Pendidikan Seks untuk Anak-Anak.

1. Mengenali Dirinya

Ini yang pertama diajarkan pada anak. Dia mengetahui jenis kelamin dirinya dan perbedaan laki-laki dan perempuan.

Psikolog-psikolog anak dan remaja menjelaskan bahwa dalam pengenalan jenis kelamin, nama-nama organ yang terlihat harus diberi nama sesuai aslinya. Bukan dengan nama lain, seperti burung, pepe, dan sebagainya.

2. Menanamkan Rasa Malu

Dalam Islam, malu adalah sebagian dari iman.

Anak harus diperkenalkan bagian-bagian mana saja yang aurat dan tidak boleh dilihat orang lain.

Biasakan anak untuk membuang air kecil di tempatnya, memakai pakaian sesuai syariat, dan malu jika bertelanjang atau membuka baju di depan umum. Tidak ada toleransi untuk hal ini, khususnya dengan alasan anak masih kecil.

3. Menanamkan Jiwa Maskulin pada Anak Laki Laki dan Feminin pada Anak Perempuan

Saat ini banyak orang bias gender terjadi karena pendidikan anak sejak kecil yang dibeda-bedakan.

Menurut Islam, jiwa maskulin harus ditanamkan pada anak laki-laki dan feminin pada anak perempuan sejak kecil. Mereka juga dilatih untuk memegang tanggung jawab yang berbeda. Ini dikarenakan kedua memang diciptakan Allah untuk saling melengkapi sesuai dengan ciri khas yang diciptakan.

Temans tentu dapat membayangkan jika antara perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya lagi.

Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang seperti wanita dan wanita yang meniru laki-laki.” (H. R. Bukhari)

4. Memisahkan Tempat Tidur Mereka

Ketika anak sudah memasuki usia sekolah, sekitar 7 tahun, daya eksplorasinya meningkat. Mereka ingin tahu dengan banyak hal. Untuk menjaga segala kemungkinan, pisahkan tempat tidur mereka; anak laki-laki, anak perempuan, dan orang tua.

Perintahkanlah anak-anak kalian untuk salat ketika mereka umur tujuh tahun dan pukullah jika mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)

Dalam kisah di atas, jika Temans ingin melakukan aktivitas mandi bersama dengan pasangan, sebaiknya tidak ada anak di rumah atau memang mempunyai kamar mandi sendiri yang menyatu dengan kamar.

5. Mengenalkan Waktu Berkunjung

Setelah dipisahkan kamarnya, biasakan anak mengetuk pintu atau meminta ijin ketika akan masuk kamar orang tua atau lainnya. Ini penting karena mungkin saja ada aurat yang tidak boleh dilihat oleh anak.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (laki-laki dan perempuan) yang kami miliki dan orang-orang yang belum balig di antara kamu meminta izin kepada kamu 3 kali (dalam sehari). Yaitu sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah shalat isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. (QS. An-Nur: 58-59)

6. Mendidik Menjaga Kebersihan Alat Kelamin

Bagian selanjutnya dari tahapan pendidikan tentang jenis kelamin adalah menjaga dan menersihkan alat kelamin.

Ini bisa dimulai dengan cara bersuci saat BAK dan BAB serta menjaga dari perbuatan keji dan munkar.

7. Mengenalkan Mahram

Mahram adalah orang-orang yang tidak boleh dinikahi.

Di depan mahram, aurat atau hal yang bileh diperlihatkan berbeda dengan bukan mahram.

Siapa saja yang termasuk mahram dan apa saja yang boleh dilakukan di hadapan mereka, tercantum dalam Alquran surat An Nur ayat 31.

8. Mengajarkan Anak untuk Menjaga Pandangan Mata

Dari mata turun ke hati, begitu pepatah lama mungkin sering Temans dengar. Apalagi sekarang dunia digital semakin merajalela. Menjaga pandangan mata mutlak harus dilakukan banyak orang untuk menjaga hati. 

Meski terpampang di depan mata, anak tidak mengklik atau melanjutkan melihat hal yang dilarang.

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat . “ (QS. An Nur: 30)

9. Mendidik Anak agar Tidak Melakukan Ikhtilat dan Khalwat

Ikhtilat merupakan penyampuran laki-laki dan perempuan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan tanpa alasan yang berarti. Sementara khalwat, artinya berdua-duaan antara lak-laki dan wanita yang bukan mahram.

Keduanya saat ini menjadi pemandangan yang biasa tetapi sesungguhnya sangat dilarang. Di saat-saat tersebut antara laki-laki dan wanita dapat terjerumus kepada perbuatan zina.

“Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya,” (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).

10. Mengenalkan Ihtilam dan Haid

Ihtilam secara sederhana dalam bahasa Indonesia adalah mimpi basah dan haid berarti menstruasi. Keduanya merupakan ciri seorang anak laki-laki dan perempuan emnjadi dewasa secara reproduksi.

Kenalkan, ciri ihtilam dan haid pada anak, perubahan fisik yang terjadi, kewajiban, dan apa akibatnya bila salah langkah.

Alhamdulillah, Islam sangat lengkap dan sudah menjelaskannya secara detil sejak ratusan tahun lalu. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat ya Temans!

 


8 komentar:


  1. Wah....seram juga kalau anak-anak sampai komentar begitu. Walau ayah dan Ibu Mandi bersama, seharusnya anak-anak tak perlu tahu. Penting ya Mbak, mengenalkan mahrom pada anak ana secara dini, agar mereka tdk salah tafsir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul.. Harusnya orang tidak melakukan hal yang "aneh" di depan anak.

      Hapus
  2. Ini menjadi PR saya juga, biar mereka mengenal mengenai pendidikan seks dan seksual ini dari orang tuanya. Jangan mereka justru mencari informasi tentang hal tersebut dari orang lain, apalagi digital. Na'uzubillahiminzalik.

    BalasHapus
  3. Memperkenalkan haid bagusnya usia berapa ya? Anak-anak sudah suka tanya kenapa saya kadang nggak solat, saya jawab lagi halangan, mereka bingung halangan itu apa hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak sekarang sudah ada yang haid di kelas 4 SD Mbak.. Jadi usia sekitar itu sepertinya cocok

      Hapus
  4. Wah, nasihat2nya sangat bisa dipraktikkan untuk anak2 ya. Sangat bermanfaat ya Mbak. Cerita pengantarnya seram. Ngeri saia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak.. Saya aja deg2an kalau ada murid atau anak yang ngomongin itu di depan saya. Sebisa mungkin di depan mereka sih biasa saja

      Hapus