Kisah 1
Tetangga
depan rumah saya, mempunyai 3 orang puteri. Sementara saat itu, saya baru
mempunyai sepasang anak yang masih batita.
Puteri
kedua mereka antusias sekali karena akan bersekolah TK. Setiap bermain di depan
rumah dia selalu bercerita tentang hal tersebut.
Antusiasme
anak berlangsung hingga minggu pertama sekolah. Setelah itu, entah kenapa
setiap mobil antar jemputnya datang dia akan menangis keras. Mama, begitu
sebutan anak kepada ibunya, marah besar.
Hal
tersebut berlangsung hingga sekitar satu semester.
Bayangan
drama menangis di depan rumah dan amukan orang tua terus melekat diingatan. Itu
pertama kali saya melihat anak meraung dan menangis, ditambah teriakan marah
ibunya. Rasa iba sering kali memnghinggapi tetapi tidak mungkin untuk membantu.
Lebih dari sepuluh tahun lalu datang membantu dan menghibur anak tetangga yang
sedang mengamuk dan dimarahi ibunya, sama dengan menyampuri urusan orang lain.
Kisah 2
Saya
sudah mengajar Taman Kanak-Kanak selama lebih dari 5 tahun. Siswa yang mengamuk
tidak mau masuk kelas dan ditinggal ibunya, alhamdulillah dapat diatasi dengan
baik.
Bagaimana
kalau itu yang tidak mau masuk kelas adalah anak saya?
Anak
kelima saya, namanya Hilman, menangis keras ketika masuk TK. Dia memang sengaja
tidak disekolahkan di tempat saya mengajar dengan alasan agar lebih mandiri.
Hari
pertama dia lalui dengan baik. Namun, keesokan harinya dia tidak mau sekolah
lagi. Di rumah dia tidak mengamuk. Hanya saja, bangun tidur tiba-tiba merasa
sakit perut dan pusing. Setelah itu, dia bilang ingin dititipkan di rumah nenek
saja.
Saya
langsung menyadari bahwa ini berhubungan dengan aksi menangisnya di hari
kemarin. Akhirnya, selama dua hari berturut-turut saya antar ke sekolah dan
menunggunya di gerbang seperti teman-temannya. Setelah itu, dia mau masuk
sekolah tetapi dengan muka memelas.
Ketidaksukaannya
pergi sekolah baru menghilang setelah satu bulan. Itu terjadi ketika sekolah
akan menyelenggarakan banyak lomba menyambut hari kemerdekaan RI. Diumumkan
bahwa setiap anak boleh ikut lomba asal sudah tidak menangis ketika sekolah dan
tidak ditunggu ibunya.
Wah,
Hilman yang memang mempunyai daya saing tinggi langsung berubah total. Dia
bahkan memenangkan lomba busana daerah untuk tingkat kelompok A.
Ternyata,
cerita tentang menangis ketika masuk sekolah baru tidak berhenti sampai di
situ. Kejadian berulang ketika masuk SD.
Saya
saat itu baru beberapa hari melahirkan adiknya. Jadi, dua hari pertama sekolah
Hilman datang diantar abinya dan setelah itu ada ojek yang mengantar dan
menjemput. Semua berjalan lancar sampai libur Ramadhan, dua minggu setelah awal
tahun ajaran baru.
Masalah
timbul ketika liburan usai. Kali ini Hilman bahkan mengamuk di sekolah sambil
berpegangan pintu gerbang karena tidak mau masuk kelas. Wali kelas sampai menanyakan
usianya karena dianggap masih di bawah kriteria, padahal tidak demikian.
Saat
itu, saya memutuskan untuk ikut mengantar dan menjemput bersama ojek. Tentu
saja bayi diajak.
Bagaimana
tangisannya bisa hilang? Itu terjadi setelah ada pengumuman ekstrakurikuler
akan dimulai. Saya pun mengatakan bahwa untuk bisa ikut kegiatan tersebut,
syaratnya sekolah sudah tidak menangis dan mau ditinggal sendiri. Dia setuju.
Kegiatan sekolahnya aman sampai kelas 6.
Sesaat
sebelum kelulusan, Hilman berkata bahwa dia mantap ingin melanjutkan ke
pesantren. Saya bahagia sekali, dia mau tanpa dipaksa. Untuk mengantisipasi
kesedihan ditinggal di asrama nantinya, persiapan sudah dilakukan jauh hari
untuk memantapkan niatnya.
Alhamdulillah,
meski harus pulang sebelum waktunya karena adanya Pandemi Corona, Hilman melewati
masa adaptasi dengan lingkungan baru dengan baik.
*****
Kisah
anak yang tiba-tiba mogok sekolah di awal masuk mungkin dialami beberapa Temans
di sini. Sedih, bingung, dan marah berbaur menjadi satu saat peristiwa terjadi.
Bagaimana
tidak? “Kok, anak saya nggak mau
sekolah? Padahal itu penting untuk masa depannya.”
Di
sisi lain, “Memalukan sekali rasanya, anak saya menangis meraung ketika diajak
ke kelas. Anak lain gembira.”
“Anak
saya menangis sambil memukuli gurunya. Aduh, jadi nggak enak!”
Temans,
tidak perlu khawatir! Ada kok cara mengatasinya. Mudah, hanya perlu ketegasan
dari guru di sekolah dan Temans sebagai orang tua.
Berdasarkan pengalaman dan rangkuman dari berbagai buku, ini cara mengatasi anak yang mengamuk saat awal masuk sekolah
- Mengenali Penyebabnya
Anak
mungkin saja mogok sekolah karena merasa tidak punya teman, takut dengan guru
atau temannya, tidak dijemput tepat waktu, dan sebagainya.
Agar
dapat mengenali penyebabnya, Temans dapat merunut waktu sekolah dan apa saja
yang terjadi. Jika memungkinkan, mintalah anak untuk bercerita.
Dengan
mengenali sebabnya, mogok sekolah dapat diatasi lebih cepat dan tuntas.
Seandainya
anak mogok karena takut teman, katakan bahwa guru di sekolah akan membantu.
Namun,
jika anak bermasalah karena Temans terlambat menjemput, itu artinya anak
khawatir ditinggal. Yakinkan dirinya bahwa Temans tidak akan pernah
meninggalkannya sendiri di sekolah.
Bagaimana
dengan guru?
Umumnya guru anak pra sekolah atau usia kelas 1 SD sangat sabar. Jangan takuti anak dengan kata-kata, seperti “jika kamu terlambat ibu guru marah” atau “kamu harus baik di sekolah kalau tidak ibu guru akan menyetrap”, dan sebagainya.
- Mengajak Guru untuk Bekerja Sama
Setelah
mengetahui sebabnya, ajaklah guru di sekolah untuk bekerja sama.
Temans
dapat meninggalkan anak di sekolah dengan meyakinkan diri bahwa mereka diasuh
oleh guru yang baik. Ketakutan kepada teman dan masalah lain dapat diatasi
bersama. In sya Allah, seiring dengan waktu mogoknya akah hilang.
- Memberi Dukungan pada Anak
Jangan
lupa, beri dukungan pada anak!
Beri
mereka pelukan ketika akan ditinggalkan di sekolah! Jangan marah saat mereka
berkata tidak mau bersekolah lagi!
Dukungan dari orang tua penting agar mereka merasa dihargai sampai akhirnya masalah dapat diatasi.
- Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Kemungkinan
paling besar ketika anak mogok sekolah adalah sedikit lebih lambat dalam
beradaptasi. Dia tidak biasa dan takut dengan orang-orang baru di sekitar.
Ini
dapat diatasi jika kecerdasan emosionalnya terasah. Untuk ulasan ini dapat
Temans lihat di tulisan tentang “Mama, Aku Ingin Pindah Sekolah”.
Anak
yang cerdas secara emosi, meski usianya muda, dia akan bisa mengatasi semua
masalahnya sendiri. Tentu saja dengan dukungan orang tua dan lingkungan.
Itulah
5 cara mengatasi anak yang mogok sekolah di awal masuk!
Sebagai
langkah awal, Temans dapat sering mengajaknya bersosialisasi sejak dini.
Sosialisasi dapat membuat anak lebih mudah beradaptasi di masa prasekolah.
Mereka sudah paham, bahwa tidak semua temannya baik. Di antara mereka ada yang
jahil atau suka memukul tetapi Temans selalu ada untuk mendukung mereka.
Sosialisasi
juga bagian dari meningkatkan kecerdasan emosional.