Rabu, 10 Juni 2020

Aku Tidak Bisa, Bunda!

Kisah 1

Sepuluh tahun lalu, saat saya masih mengajar di taman kanak-kanak.

“Yuk, belajar! Ditunggu sama Bunda Nani!” Salah satu orang tua murid dan anaknya terdengar memasuki halaman rumah.

“Nggak mau! Bunda Nani suka dibisa-bisain.”

“Memang galak?”

“Nggak sih! Tapi kalau aku nggak bisa, ya nggak bisa! Nggak mungkin jadi pintar!”

Saya segera keluar.

“Sini Erisa! “ Saya memanggilnya.

“Siapa bilang kamu nggak pintar?”

“Kemarin belum bisa membaca. Sekarang sudah bisa bukan?”

Dia diam saja.

“Menyusun balok, sekarang juga sudah bisa bukan?

Akhirnya Erisa mengangguk.

“Terus , kali ini kita mau berhitung sampai 20. Pasti juga bisa,” kata saya bersemangat.

“Iya, Erisa nanti akan bisa,” jawabnya pelan.

Kisah 2

Nadin (bukan nama sebenarnya) bukan anak bodoh. Hanya saja sebelumnya tidak pernah ada yang membimbingnya di rumah. Jadi, hingga sudah memasuki kelas 5 SD, nilainya tertinggal. Di kelas bimbingan belajar dia tidak bersuara dan mengerjakan soal jika tidak ditanya. Duduk juga selalu memilih paling belakang.

Setelah diselidiki, Nadin menyadari ketertinggalannya. Dia minder di hadapan teman-temannya. Daripada salah menjawab pertanyaan guru di kelas dan ditertawakan teman-teman, lebih baik diam saja.

Cukup lama saya membangkitkan semangatnya. Hampir satu semester.

Awalnya dia tidak mau membaca sama sekali pelajaran apapun karena menurutnya percuma. Berhitung? Wah, mendengar pelajaran matematika saja dia sudah alergi.

Kini, di usianya  yang semakin besar Nadin lebih percaya diri. Tidak pernah ada lagi kata tidak bisa dalam kamusnya sebelum mencoba dan berusaha terlebih dahulu.

*****

Temans pernah mendapatkan anak yang demikian? Apa saja dijawab tidak bisa. Di depan umum, dia tidak pernah mau bersuara. Jika dia ditanya akan menjawab dengan ragu. Beberapa di antaranya merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan apapun.

Dengan tuntutan prestasi baik, anak bukan semakin yakin dengan kemampuan dirinya. Akhirnya dia akan mencari jalan lain untuk memperoleh prestasi, misalnya dengan menyontek. He he.. Kembali pada pembahasan ini lagi ya?

Orang tua tentu saja ingin anak lebih percaya diri bukan?

Saat ini banyak sekali training yang memotivasi anak untuk lebih percaya diri, mampu menjawab tantangan, dan tujuan akhirnya  sukses di masa depan.

Apakah training-training yang diselenggarakan tersebut berhasil? Saya belum pernah meneliti dan tahu berapa persen keberhasilan atau kegagalannya.

Namun, menurut saya kepercayaan diri tidak diperoleh dengan cara yang instan. Sama dengan pola pengasuhan lain, semua berproses sejak anak masih dini. Sejak anak balita, bahkan sejak masih bayi. Training karakter dan lainnya  hanya stimulus sesuatu yang pada dasarnya sudah ada dalam diri. Jika anak dibesarkan dengan masalah maka training akan sulit menemukan hasil.

Pernah mendengar atau membaca tentang anak belajar dari kehidupan?  Beberapa kutipannya seperti pada gambar.

Sumber: dwilaelasari.wordpress.com

Yang mana Temans pilih? Semua yang baik bukan? Dalam pembahasan ini, Temans pasti ingin anak yang penuh percaya diri.

Percaya Diri dan Islam

Islam menempatkan kepercayaan diri sebagai bagian penting.

Dengan kepercayaan diri, muslim yakin dengan agamanya. Lebih jauh lagi, percaya bahwa Allah ada di setiap langkahnya.    Mengimani bahwa semua yang terjadi adalah takdir. Jika takdir menurut manusia buruk, itu terbaik menurut Allah. Allah tahu segala yang dibutuhkan manusia.

Ayat tentang percaya diri dalam Islam juga banyak.

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al Imran: 139)

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fusshilat: 30)

Jadi, ada 4 hal yang dapat dilakukan menurut Islam agar kepercayaan diri meningkat, yaitu:

1. Mengenal Allah, artinya mengenal Islam dan mengimaninya. Dengan mengenal pencipta, seseorang akan selalu berprasangkan baik kepada Allah.

2. Mengenal diri sendiri, artinya mengenal arti dan tujuan hidupnya di dunia. Siapa saja yang sudah mengenal Allah dan dirinya sendiri akan terus berusaha bermanfaat bagi sekeliling. Tidak pernah ragu dalam bertindak karena Allah merupakan sebaik-baik penolong.

3. Berada di lingkungan yang positif; orang tua positif dan teman yang demikian juga. Bahkan, guru saya pernah menganjurkan bahwa ketika mendoakan anak-anak menjadi anak shaleh, jangan lupa mendoakan teman-temannya pula. Teman yang shaleh akan membawa anak menjadi lebih shaleh lagi.

4. Berdoa pada setiap kesempatan. Manusia yang sudah mengenal Allah dan dirinya sendiri, yakin bahwa setiap doa akan dikabulkan sesuai janji Allah. Ini akan membangkitkan kepercayaan diri.

Cara Mendidik Anak Lebih Percaya Diri

Dirangkum dari berbagai sumber parenting, orang tua dapat melakukan berbagai cara berikut agar anak lebih percaya diri.

1. Menanamkan Islam Sejak Dini

Penanaman Islam ini penting agar anak dapat melaksanakan dan menemukan 4 hal yang telah diuraikan sebelumnya.

Penanaman Islam pada anak dilakukan dengan teladan dan pengajaran.

2. Menghargai Setiap Usaha dan Prestasi Anak

Di sekolah taman kanak-kanak anak saya yang keempat, ada slogan, “Setiap Anak adalah Bintang”. Kata tersebut selalu menginsipirasi.

Saya tidak boleh memaksa anak-anak untuk memperoleh sesuatu dan harus menghargai setiap usaha. Mengapa?

Anak saya ada enam orang, harus yakin bahwa mereka akan menjadi bintang di bidangnya masing-masing.

3. Membiarkan Anak Menyelesaikan Masalah Sendiri

Sering kali orang tua ingin anak segera menyelesaikan pekerjaannya atau merasa kasihan. Akhirnya, semua dilayani. Ingin mengikat tali sepatu dibantu, makan disuapi, dan setiap malam dimasukkan buku-buku sekolahnya.

Sikap ini ternyata akan berdampak buruk lho! Mereka tidak tahu harus bersikap bagaimana saat orang tua tidak ada. Pada acara-acara tertentu, anak akan merasa rendah diri.

Namun, harus diingat bahwa tidak membantu bukan berarti pula membiarkannya. Temans harus tetap ada di samping untuk memotivasi dan memberikan arahan di saat-saat terburuk.

4. Memotivasi Anak untuk Memperoleh Tantangan Baru

Tahapan selanjutnya, ketika anak sudah terbiasa berusaha menyelesaikan masalah sendiri, motivasilah untuk memperoleh tantangan baru!

Ajaklah untuk mencoba permainan baru, menyelesaikan soal matematika yang lebih sulit, dan ke tempat-tempat baru yang menantang. Cara ini selain meningkatkan percaya diri, juga meningkatkan skill.

5. Memuji dan Menegur

Tentu saja di antara semua aktivitas, Temans tidak boleh lupa memberikan pujian dan teguran. Pujian dan teguran sesuai tempatnya.

Pujian diberikan ketika anak berhasil melampaui sesuatu meski bukan nomor satu. Ini membuat anak merasa dihargai. Besarkanlah hatinya.

Ketika berbuat kesalahan, tegurlah dia! Jangan menerangkan kesalahan di depan teman-teman atau saudara-saudara lainnya. Itu akan menjatuhkan harga diri. Tegurlah di saat yang tepat dan kata-kata bijak.

Itulah Temans, contoh usaha yang dapat dilakukan agar anak lebih percaya diri!

Tidak ada teori yang pasti menjadi orang tua. Yang tetap harus diingat adalah setiap anak adalah unik. Meski bersaudara kembar, pasti ada sisi yang berbeda.

Salam bahagia!

 

 


2 komentar:

  1. Anak saya juga awalnya tidak percaya diri. Pernah saya bawa kerja, dia nyumput trus ga mau salim. Beraninya sejak sekolah. Apalagi ikut ekskul drumband. Hihi. Kadang tunggu waktu aja si, nanti ada waktunya berani

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pemalu itu Mbak. He he.. Ya, kalau terus dimotivasi, anak akan bangkit rasa percaya dirinya

      Hapus