Kisah 1
Ketiga
anak laki-laki saya memang bertubuh lebih kecil dari teman-temannya ketika usia
sekolah dasar. Mereka adalah anak kedua, ketiga, dan kelima.
Anak
kedua dipanggil dengan sebutan “Cil” oleh teman-temannya. Sementara anak ketiga
dipanggil dengan “Kuyem” alias kurang bayem. Nama yang melekat hingga kini,
meski mereka sudah sama besar dan tinggi dengan teman sebaya.
Anak
saya kedua dulu waktu SMP pernah marah kepada teman perempuannya karena
panggilan tersebut. Namun, dia menyesal dan tidak pernah melakukannya lagi.
Alhamdulillah,
sampai kini dia tidak mempermasalahkan panggilan dan sebutan Kecil.
Begitu
pula anak kedua saya. Bahkan, dia tidak pernah mengeluh.
Ketika
saya tanya, “Kakak, apa singkatan Kuyem?”
“Kurang
bayem, Ummi.”
“Kenapa
dipanggil begitu?”
“Nggak tahu.”
“Nggak apa-apa?”
“Nggak masalah Ummi. Yang penting nggak beneran kurang bayem alias kurang gizi kan?”
Kisah 2
Kelompok
bimbingan belajar yang satu ini memang super heboh. Mereka adalah siswa-siswa
kelas 6, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Di sekolah,
mereka juga kebetulan satu kelas.
Anak
laki satu-satunya dalam kelompok selalu menjadi sasaran ejekan teman-temannya.
Teman-teman
perempuannya sering kali bersikap ketus jika dia berbicara. Dia menjadi
bulan-bulanan. Bahkan, pernah satu kali mereka menarik celana panjangnya hingga
melorot.
Uniknya,
si anak tidak pernah marah atau terpojok. Dia hanya cengegesan saja. Kadang balik mengejek temannya. Dari raut
wajahnya, tidak pernah terlihat sedih.
Dalam
kelompok, dia paling mudah menangkap penjelasan saya.
Saya
pernah bertanya padanya, “Kamu ngggak apa sering diejek teman-teman?”
“Biar
saja Ummi! Sudah biasa. Buat apa marah? Kalau keterlaluan, tinggal
mempertahankan diri.”
Justru
saya yang lebih sering menegur anak-anak yang mengejek.
*****
Mengejek
teman, seseorang yang dikenal maupun tidak, saat ini dikenal dengan istilah
bullying. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai perundungan.
Perundungan dalam Islam
Tindakan
merundung atau lebih dikenal dengan istilah bullying tidak dibenarkan dalam
Islam.
Biasanya,
orang yang melakukannya merasa diri lebih baik dibandingkan korbannya. Itu
sebabnya dia memperlakukan orang lain sangat buruk. Padahal, alam Quran, surat
Hujurat, ayat 11, disebutkan terjemahannya sebagai berikut.
“Wahai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok)”.
Lalu,
bagaimana jika Temans atau keluarga berada di pihak korban? Apa yang harus
dilakukan?
Rasulullah
pernah mengalaminya.
Temans
pasti ingat, ketika Rasulullah setiap akan ke masjid melewati rumah salah
seorang Yahudi di Mekkah. Setiap hari, Rasulullah dilempari sampah dan berbagai
kotoran.
Rasulullah
tidak marah, apalagi sedih.
Bahkan,
ketika beberapa hari tidak dilempari sampah, dia bingung. Dicarinya alasan sang
wanita Yahudi tidak melakukan aktivitas seperti biasanya.
Saat
Rasulullah tahu wanita Yahudi itu sakit, beliau menjenguk dan merawat.
Sungguh,
tindakan yang sangat mulia.
Di
kisah lain, ketika pertama kali Rasulullah melakukan dakwah secara
terang-terangan, dilempari batu. Beliau malah mendoakan semua orang yang
melakukannya agar mendapat ampunan Allah SWT.
Cara Mengajarkan Anak
Mengatasi Perundungan
Dari
kisah 1 dan 2 yang saya tuliskan di atas, semuanya menunjukkan anak korban
bully. Namun, kesemuanya berhasil melaluinya.
Pada
kisah pertama, anak saya berhasil melalui masa sulitnya. Kini keduanya sudah
duduk di bangku kuliah dan aktif di organisasi. Begitu pula murid saya, pada
kisah kedua.
Dalam
hidup, memang ejekan atau pembicaraan buruk tentang diri tidak mungkin
dihindari. Baik secara verbal maupun fisik.
Zaman
dahulu, ketika saya SD dan SMP mengejek dan membully teman dengan nama orang
tua masing-masing.
Cara
jitu yang harus diberikan pada anak bukan menghindari tetapi mengatasi. Jika
beberapa kali saja dirundung anak tidak berubah, biasanya perundung tidak akan
melakukannya lagi.
Menurut
saya, lho!
Nah,
ini beberapa cara agar anak dapat mengatasi bullying dan akhirnya terbebas.
1. Mengajarkan untuk
Selalu Dekat pada Allah
Kedekatan
dengan Allah menjadi cara utama dan pertama mengatasi perundungan.
Kedekatan
dengan Allah membuat mereka yakin bahwa semua masalah ada solusinya. Allah
selalu ada bersama mereka di setiap kesempatan.
2. Membesarkan Anak
dengan Cinta
Terimalah
anak apa adanya! Dengan menerima segala kelebihan dan kekurangan mereka, Temans
secara tidak langsung sudah membuat mereka lebih percaya diri.
Temans
menghindari dari berkata kasar atau memojokkan anak. Meski yang prestasi mereka
tidak sesuai harapan sebagai orang tua.
Anak
yang terbiasa mendapatkan perlakuan kasar dari rumah, akan merasa mereka memang
layak mendapatkannya. Begitu pula dari orang lain.
Selain
itu, mereka juga dapat melakukan hal yang sebaliknya kepada orang yang berada
di bawah kekuasannya.
Namun,
membesarkan anak dengan penuh cinta bukan berarti memenuhi segala keinginan anak
dan terlalu melindunginya. Ini juga akan menjadi bumerang tersendiri.
3. Mengembangkan Rasa
Percaya Diri
Hal
selanjutnya, tentu saja rasa percaya diri.
Biasanya,
pelaku perundungan dapat melihat anak yang percaya diri dan tidak. Mereka juga
dapat melakukannya dengan try and error.
Masih
ingat kisah dalam film Sherina yang sempat hits di awal tahun 1990-an? Saddam,
anak paling jahil di sekolah tidak berhasil membuat Sherina teman barunya
ketakutan seperti yang lain. Meski berulang-ulang dijahili, Sherina yang
mempunyai kepercayaan diri tetap tidak takut.
4. Mendekatkan Diri
kepada Anak
Bagian
ini mungkin hal yang paling sulit. Apalagi jika anak beranjak remaja.
Anak
seolah mempunyai dunianya sendiri. Dia tidak ingin orang tua mengetahui dan
ikut campur semua masalah yang terjadi.
Kedekatan
ini memang tidak dibangun begitu saja ketika anak dewasa. Semua dibangun dengan
proses.
Minimal,
meski anak lebih tertutup ketika remaja tahu; Temans sebagai orang tua selalu
ada untuk mereka.
5. Mengajari Anak untuk
Berani
Berani
bukan berarti siap untuk berkelahi. Meski terkadang hal ini juga diperlukan
ketika menghadapi kekerasan fisik.
Berani
membuat anak bercerita kepada Temans semua permasalahannya untuk dihadapi
bersama. Sikap yang membuat mereka justru siap menghadapi segala kenyataan
dalam hidupnya, baik dan buruk.
5. Mengajari Anak
Bersosialisasi
Terakhir,
ajari anak bersosialisasi dengan baik.
Di
saat kecil, sesekali ajak anak bermain dengan teman sebaya.
Dalam
permainan mereka akan mengerti ada kalah dan menang, ada baik dan buruk, dan tidak
semuanya sesuai harapan. Ini membuat mereka dapat bersikap dan lebih mudah
beradaptasi di usia sekolah, remaja, dan dewasa.
Belajar
rendah hati di setiap kesempatan menjadi kunci, tidak menjadi pelaku ataupun
korban perundungan. Ini sesuai dengan pesan Lukmanul Hakim kepada anaknya dalam
Quran surat Lukman, ayat 18 yang artinya:
“Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sembong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri”.
Dengan
menerapkan kelima cara di atas, in sya Allah Temans bukan hanya mengatasi
bulyying dan membebaskan anak darinya. Mereka juga niscaya tidak akan menjadi
pelaku. Sesuatu yang juga harus dihindari.
Sy baru dengar kata "perundungan" Mbak.... Seru juga cerita anaknya..kurang bayem,baru dengar kata itu. Anak-anak kurang bayem maksudnya enggak strong ya Mbak, masih mikir ...
BalasHapusPerundungan itu bahasa Indonesia dari kata bullying, Mbak. Setahu saya begitu
HapusNah, istilah perundungan ini jarang saya dengar karna skrg orang2 memang ngomongnya bullying gitu. Saya juga kecilnya korban bully dulu.
BalasHapusIya Mbak.. Pada dasarnya mungkin banyak juga korban bullying. Tergantu dari cara kita mneyikapi sehingga tidak berpengaruh
HapusSi sulung belakangan ini baru sering mendapatkan perundungan dari anak-anak tetangga di sini. Saya selalu bilang berani melawan balik, kalau kamu enggak berani bilang sama bunda. Nanti bunda tegur ibunya 😤
BalasHapusIya Mbak.. Ditambah dengan tingkatkan kepercayaan diri Mbak.. Biar saja orang mengejek, toh belum tentu mereka lebih baik
Hapus