Selasa, 02 Juni 2020

Perundungan

Kisah 1

Ketiga anak laki-laki saya memang bertubuh lebih kecil dari teman-temannya ketika usia sekolah dasar. Mereka adalah anak kedua, ketiga, dan kelima.

Anak kedua dipanggil dengan sebutan “Cil” oleh teman-temannya. Sementara anak ketiga dipanggil dengan “Kuyem” alias kurang bayem. Nama yang melekat hingga kini, meski mereka sudah sama besar dan tinggi dengan teman sebaya.

Anak saya kedua dulu waktu SMP pernah marah kepada teman perempuannya karena panggilan tersebut. Namun, dia menyesal dan tidak pernah melakukannya lagi.

Alhamdulillah, sampai kini dia tidak mempermasalahkan panggilan dan sebutan Kecil.

Begitu pula anak kedua saya. Bahkan, dia tidak pernah mengeluh.

Ketika saya tanya, “Kakak, apa singkatan Kuyem?”

“Kurang bayem, Ummi.”

“Kenapa dipanggil begitu?”

Nggak tahu.”

Nggak apa-apa?”

Nggak masalah Ummi. Yang penting nggak beneran kurang bayem alias kurang gizi kan?”


Ketiga Jagoanku 8 Tahun yang Lalu
Sumber gambar: Koleksi Pribadi

Kisah 2

Kelompok bimbingan belajar yang satu ini memang super heboh. Mereka adalah siswa-siswa kelas 6, yang terdiri dari 5 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Di sekolah, mereka juga kebetulan satu kelas.

Anak laki satu-satunya dalam kelompok selalu menjadi sasaran ejekan teman-temannya.

Teman-teman perempuannya sering kali bersikap ketus jika dia berbicara. Dia menjadi bulan-bulanan. Bahkan, pernah satu kali mereka menarik celana panjangnya hingga melorot.

Uniknya, si anak tidak pernah marah atau terpojok. Dia hanya cengegesan saja. Kadang balik mengejek temannya. Dari raut wajahnya, tidak pernah terlihat sedih.

Dalam kelompok, dia paling mudah menangkap penjelasan saya.

Saya pernah bertanya padanya, “Kamu ngggak apa sering diejek teman-teman?”

“Biar saja Ummi! Sudah biasa. Buat apa marah? Kalau keterlaluan, tinggal mempertahankan diri.”

Justru saya yang lebih sering menegur anak-anak yang mengejek.

*****

Mengejek teman, seseorang yang dikenal maupun tidak, saat ini dikenal dengan istilah bullying. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai perundungan.

Perundungan dalam Islam

Tindakan merundung atau lebih dikenal dengan istilah bullying tidak dibenarkan dalam Islam.

Biasanya, orang yang melakukannya merasa diri lebih baik dibandingkan korbannya. Itu sebabnya dia memperlakukan orang lain sangat buruk. Padahal, alam Quran, surat Hujurat, ayat 11, disebutkan terjemahannya sebagai berikut.

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)”.

Lalu, bagaimana jika Temans atau keluarga berada di pihak korban? Apa yang harus dilakukan?

Rasulullah pernah mengalaminya.

Temans pasti ingat, ketika Rasulullah setiap akan ke masjid melewati rumah salah seorang Yahudi di Mekkah. Setiap hari, Rasulullah dilempari sampah dan berbagai kotoran.

Rasulullah tidak marah, apalagi sedih.

Bahkan, ketika beberapa hari tidak dilempari sampah, dia bingung. Dicarinya alasan sang wanita Yahudi tidak melakukan aktivitas seperti biasanya.

Saat Rasulullah tahu wanita Yahudi itu sakit, beliau menjenguk dan merawat.

Sungguh, tindakan yang sangat mulia.

Di kisah lain, ketika pertama kali Rasulullah melakukan dakwah secara terang-terangan, dilempari batu. Beliau malah mendoakan semua orang yang melakukannya agar mendapat ampunan Allah SWT.

Cara Mengajarkan Anak Mengatasi Perundungan

Dari kisah 1 dan 2 yang saya tuliskan di atas, semuanya menunjukkan anak korban bully. Namun, kesemuanya berhasil melaluinya.

Pada kisah pertama, anak saya berhasil melalui masa sulitnya. Kini keduanya sudah duduk di bangku kuliah dan aktif di organisasi. Begitu pula murid saya, pada kisah kedua.

Dalam hidup, memang ejekan atau pembicaraan buruk tentang diri tidak mungkin dihindari. Baik secara verbal maupun fisik.

Zaman dahulu, ketika saya SD dan SMP mengejek dan membully teman dengan nama orang tua masing-masing.

Cara jitu yang harus diberikan pada anak bukan menghindari tetapi mengatasi. Jika beberapa kali saja dirundung anak tidak berubah, biasanya perundung tidak akan melakukannya lagi.

Menurut saya, lho!

Nah, ini beberapa cara agar anak dapat mengatasi bullying dan akhirnya terbebas.

1. Mengajarkan untuk Selalu Dekat pada Allah

Kedekatan dengan Allah menjadi cara utama dan pertama mengatasi perundungan.

Kedekatan dengan Allah membuat mereka yakin bahwa semua masalah ada solusinya. Allah selalu ada bersama mereka di setiap kesempatan.

2. Membesarkan Anak dengan Cinta

Terimalah anak apa adanya! Dengan menerima segala kelebihan dan kekurangan mereka, Temans secara tidak langsung sudah membuat mereka lebih percaya diri.

Temans menghindari dari berkata kasar atau memojokkan anak. Meski yang prestasi mereka tidak sesuai harapan sebagai orang tua.

Anak yang terbiasa mendapatkan perlakuan kasar dari rumah, akan merasa mereka memang layak mendapatkannya. Begitu pula dari orang lain.

Selain itu, mereka juga dapat melakukan hal yang sebaliknya kepada orang yang berada di bawah kekuasannya.

Namun, membesarkan anak dengan penuh cinta bukan berarti memenuhi segala keinginan anak dan terlalu melindunginya. Ini juga akan menjadi bumerang tersendiri.

3. Mengembangkan Rasa Percaya Diri

Hal selanjutnya, tentu saja rasa percaya diri.

Biasanya, pelaku perundungan dapat melihat anak yang percaya diri dan tidak. Mereka juga dapat melakukannya dengan try and error.

Masih ingat kisah dalam film Sherina yang sempat hits di awal tahun 1990-an? Saddam, anak paling jahil di sekolah tidak berhasil membuat Sherina teman barunya ketakutan seperti yang lain. Meski berulang-ulang dijahili, Sherina yang mempunyai kepercayaan diri tetap tidak takut.

4. Mendekatkan Diri kepada Anak

Bagian ini mungkin hal yang paling sulit. Apalagi jika anak beranjak remaja.

Anak seolah mempunyai dunianya sendiri. Dia tidak ingin orang tua mengetahui dan ikut campur semua masalah yang terjadi.

Kedekatan ini memang tidak dibangun begitu saja ketika anak dewasa. Semua dibangun dengan proses.

Minimal, meski anak lebih tertutup ketika remaja tahu; Temans sebagai orang tua selalu ada untuk mereka.

5. Mengajari Anak untuk Berani

Berani bukan berarti siap untuk berkelahi. Meski terkadang hal ini juga diperlukan ketika menghadapi kekerasan fisik.

Berani membuat anak bercerita kepada Temans semua permasalahannya untuk dihadapi bersama. Sikap yang membuat mereka justru siap menghadapi segala kenyataan dalam hidupnya, baik dan buruk.

5. Mengajari Anak Bersosialisasi

Terakhir, ajari anak bersosialisasi dengan baik.

Di saat kecil, sesekali ajak anak bermain dengan teman sebaya.

Dalam permainan mereka akan mengerti ada kalah dan menang, ada baik dan buruk, dan tidak semuanya sesuai harapan. Ini membuat mereka dapat bersikap dan lebih mudah beradaptasi di usia sekolah, remaja, dan dewasa.

Belajar rendah hati di setiap kesempatan menjadi kunci, tidak menjadi pelaku ataupun korban perundungan. Ini sesuai dengan pesan Lukmanul Hakim kepada anaknya dalam Quran surat Lukman, ayat 18 yang artinya:

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sembong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri”.

Dengan menerapkan kelima cara di atas, in sya Allah Temans bukan hanya mengatasi bulyying dan membebaskan anak darinya. Mereka juga niscaya tidak akan menjadi pelaku. Sesuatu yang juga harus dihindari.


6 komentar:

  1. Sy baru dengar kata "perundungan" Mbak.... Seru juga cerita anaknya..kurang bayem,baru dengar kata itu. Anak-anak kurang bayem maksudnya enggak strong ya Mbak, masih mikir ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perundungan itu bahasa Indonesia dari kata bullying, Mbak. Setahu saya begitu

      Hapus
  2. Nah, istilah perundungan ini jarang saya dengar karna skrg orang2 memang ngomongnya bullying gitu. Saya juga kecilnya korban bully dulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak.. Pada dasarnya mungkin banyak juga korban bullying. Tergantu dari cara kita mneyikapi sehingga tidak berpengaruh

      Hapus
  3. Si sulung belakangan ini baru sering mendapatkan perundungan dari anak-anak tetangga di sini. Saya selalu bilang berani melawan balik, kalau kamu enggak berani bilang sama bunda. Nanti bunda tegur ibunya 😤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak.. Ditambah dengan tingkatkan kepercayaan diri Mbak.. Biar saja orang mengejek, toh belum tentu mereka lebih baik

      Hapus