Jumat, 23 April 2021

Penyakit Kusta di Indonesia dan Disabilitas




Mendengar dan melihat tentang penyakit kusta, membuat saya teringat masa-masa di sekolah dasar. Puluhan tahun lalu, saya memang pernah didiagnosis mengalami penyakit tersebut.

Tidak banyak yang diingat tentang hal tersebut. Yang saya tahu, ada bercak di bagian sendi-sendi jari tangan yang seperti mati rasa.

Beruntung, orang tua saya cukup memiliki pengetahuan tentang penyakit yang kemudian saya kenal dengan nama kusta atau lepra. 

Saat ke dokter, penyakit ini tidak dideteksi dengan periksa darah seperti yang dibayangkan banyak orang masa kini. Di ruangan laboratorium, bagian tangan yang terdeteksi kusta disayat tipis untuk mengetahui rasa sakit. 

Sepemahaman saya yang masih usia kelas 5 SD, jika masih terasa sakit saat disayat berarti penyakit belum parah.
 
Entahlah... Yang pasti saya menjalani pengobatan kurang lebih satu tahun (lupa tepatnya) hingga bercak dan penebalan di kulit buku jari hilang. Tidak ada seorang pun yang tahu pengalaman ini karena memang orang tua bergerak cepat untuk pengobatan. Sebelum dan sesudah penyakit tersebut hinggap, tidak terlihat ada perubahan pada diri.

Setelah puluhan tahun, tiga minggu lalu akhirnya saya berkesempatan mengenal kusta lebih dekat melalui komunitas IIDN. Saya berkesempatan mengikuti Workshop daring via Zoom dengan tema Media yang Mengedukasi dan Memberantas Stigma Kusta dan Disabilitas. Acara tersebut, dilanjutkan dengan Talkshow yang bertema: Melihat Potret Kusta di Indonesia.

Kusta Masih Ada di Indonesia


Temans mungkin jarang sekali melihat orang yang berpenyakit kusta di sekitar. Namun, berdasarkan data yang ada, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae ini banyak menimpa masyarakat Indonesia.

Bahkan, diketahui Indonesia merupakan rangking 3 pasien dengan penderita kusta terbanyak di dunia. Kasus baru selalu terjadi setiap tahun dan masih ada 7 provinsi di Indonesia yang mempunyai angka prevalensi tinggi atau lebih dari 1. 

Dr. Christina Widianingrum, MKes dalam diskusi daring via Zoom menyatakan, bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan masih banyaknya penderita kusta di Indonesia, yaitu:

  • Pemahaman publik terhadap penyakit ini masih rendah
  • Keahlian teknis tenaga kesehatan tentang kusta menurun
  • Masih ada stigmasi dan diskrimansi terhadao penderita

Tentang Kusta

Seperti sudah dijelaskan secara singkat di atas, penyakit kusta disebabkan oleh bakteri. Ini menular tetapi tidak terlalu mudah. Bakteri dapat berdiam diri dalam tubuh manusia selama sekitar 2 sampai 5 tahun tergantung pada kondisi tubuh yang dimasuki.

Bakteri menyerang kulit dan bagian syaraf tepi. Itu sebabnya, penyakit yang tidak ditangani dengan dapat menyebabkan cacat fisik.

Berdasarkan survey Kementerian Kesehata RI yang dikemukakan oleh dr Udeng Damar, Technical Advisor Program Pengendalian KUsta NLR Indonesia, dari 100 orang yang terpapar bakteri lepra, hanya 5 yang terjagkit. Kemudian lima orang yang dimasud, 3 orang tertular tetapi sembuh dengan sendiri dan 2 orang perlu pengobatan.

Penyakit ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

  1. Kusta kering atau PB (pausi basiler) yang ditandai dengan jumlah bercak 1 sampai 5 dan kerusakan kurang dari satu syaraf tepi dan Basil Tahan Asam (BTA) menunjukkan hasil negatif.
  2. Kusta basah atau MB (multibasiler) yang ditandai bercak lebih dari lima dan kerusakan lebih dari satu syaraf tepi dan BTA menunjukkan hasil positif. Kusta jenis kedua ini biasanya diobati lebih dari 6 bulan.
Gejala yang harus diwaspadai sebagai ciri penyakit kusta, antara lain:
  • Bercak pada kulit berwarna putih seperti panu atau merah
  • Bercak tidak gatal
  • Hilang rasa
  • Tidak berkeringat
  • Tidak berambut
Penyakit ini bukan turunan, apalagi kutukan seperti yang sering disebutkan oleh masyarakat. Selain itu, penyakit juga dapat sembuh dengan pengobatan teratur sesuai petunjuk dokter.

Peran Media

Pada dasarnya kusta dapat sembuh dan tidak meninggalkan bekas sama sekali. Ini bukan sekadar teori, karena saya sudah membuktikannya.

Namun, keterlambatan penanganan dan ketidaktahuan sering kali menyebabkan penderita mengalami disabilitas. Ini menjadi bagian dari masalah pada masyarakat, baik sosialiasasi tentang penyakit itu sendiri dan perlakuan kepada orang yang sudah sembuh tetapi mengalami disabilitas.

Oleh karena itu, Berita KBR yang rutin mengadakan talkshow dan konsep terhadap disabilitas memilih tema Kusta dan mengajak seluruh masyarakat untuk ikut serta dalam program yang dicanangkan NLR: Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA).

Dari sisi media, Aliansi Jurnalis Indonesia mengajak penulis (jurnalis) untuk menggunakan bahasa dan gambar yang lebih ramah untuk menggmbarkan penderita disabilitas. 

NLR juga mengajak setiap perusahaan untuk bekerja sama dan memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk ikut bekerja dan berkarya. 

Sumber: 
Workshop daring via Zoom dengan tema: Media yang Mengedukasi dan Memberantas Stigma Kusta dan Disabilitas, 13 April 2021.

Talkshow dari Media BKR dengan tema: Melihat Potret Kusta di Indonesia, 19 April 2021.
Temans juga dapat mengetahui beberapa isu sosial lain di channel Youtube BKR 



11 komentar:

  1. Pengetahuan saya soal kusta sangat sedikit, terutama sebelum baca artikel ini. Saya kira kusta itu tidak bisa disembuhkan. Untunglah bisa disembuhkan dan ada organisasi non profit yang bahkan bergerak di bidang tersebut juga

    BalasHapus
  2. Dulu penyakit kusta dianggap penyakit turunan gitu ya & gak bisa disembuhkan, ternyata sampai sekarang juga masih ada ya. Semoga sih dengan adanya edukasi jadi bisa lebih cepat ditangani

    BalasHapus
  3. Dulu sakit kusta itu sering diasingkan ya mbak tapi skrng sudah banyak sosialisasi apalagi dari pemerintaah jadi kita tak perlu kuatir

    BalasHapus
  4. Nah, info semacam ini kudu disebarluaskan ya Mba
    jangan sampai kita terus-menerus terjerat pemahaman keliru seputar kusta

    BalasHapus
  5. Nah, dengan mengetahui gejala awal kita juga bisa dengan cepat melakukan penanganan ya sehingga tidak berlanjut ke tahap yang parah penyakit kustanya.

    BalasHapus
  6. Sedih ya mbak hari gini ternyata masih ada penderita penyakit kusta , mana penderitanya banyak yg dikucilkan lagi ya..duh miris banget deh

    BalasHapus
  7. Terus terang aku shock saat tahu indonesia adalaha negara terbesar ketiga dalam angka penyakit kusta
    Nampaknya harus benar benar aware dgn penyakit ini ya mbak

    BalasHapus
  8. Kasian sih paradigma kusta yang masih terbentuk di indonesia. Padahal istilahnya ini oenyakit biasa aja yang bisa sembuh tapi harus telaten

    BalasHapus
  9. Wah, indonesia berada pada posisi ke 3, jumlah pengidap kustanya. Mengetikan juga, nih. Syukur, Mbak Nani bisa sembuh. Di daerah saya ada penderitanya tak sembuh2 seumur hidup. Bahkan penyakit tersebut dia wariskan pada anaknya. Terima kasih telah berbagi infformasi, Mbak.

    BalasHapus
  10. Membuka wawasan Masyarakat mengenai penyakit kusta. Semoga penderita kusta bisa mendapatkan pengobatan dan perlakuan yang manusiawi, tidak dikucilkan.

    BalasHapus
  11. Nice share mba, jadi tahu banyak ttg kusta

    BalasHapus