“Keburukan yang telah menjadi bagian dari suatu masyarakat tetaplah dipandang suatu keburukan. Allah tetap mencatatnya.”
Kisah 1
Bulan
Ramadhan beberapa tahun lalu.
“Ummi,
nyontek nggak boleh ya di Bulan
Ramadhan?”
“Nyontek
itu kecurangan. Memperoleh sesuatu dengan cara yang tidak halal. Tidak jujur
namanya. Guru yang melihatnya juga tidak akan senang. Meski bukan bulan
Ramadhan, nyontek nggak boleh.”
“Dosa
ya Ummi?”
“Iyalah!
Berbohong itu berdosa.” Saya menjawab tegas, pada anak ketiga yang sudah
bersekolah tingkat SMA ini.
“Tapi
kalau nggak nyontek, nilainya jelek
bagaimana?
“Apa
pernah Ummi meminta kamu untuk selalu mendapatkan nilai bagus? Lagi pula hampir
nggak ada pelajar yang sempurna di
semua pelajaran.”
“Nggak apa? Padahal temen-temen nilainya
bagus karena menyontek.”
“Tentu
saja nggak masalah. Ummi tidak pernah memasalahkan nilai sekolah bukan?
Yang penting sudah berusaha.”
Setelah
itu, Iqra anakku terdiam dan melanjutkan belajar.
Di
antara kakak dan adiknya dia terlihat biasa saja secara akademis. Peringkatnya sejak SD tidak pernah masuk sepuluh besar. Namun, dia rajin belajar. Kedua
kakaknya mengakui, meski tidak pernah sepuluh besar, adiknya ini mempunyai
kemampuan lebih di bidang matematika dan IPA lebih baik. Kini, dia sudah masuk semester 2 Pendidikan
Matematika di sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung.
Kisah 2
Saya
awalnya heran. Beberapa siswa bimbingan
belajar, biasanya yang sudah duduk di bangku SMP dan SMA, tidak membawa alat
tulis ketika belajar. Namun, tiba-tiba di saat lain tempat pensil mereka penuh
alat tulis lengkap, bahkan dobel.
Saya
kira mereka baru saja membeli alat tulis baru.
Ternyata
perkiraan tersebut salah. Mereka mempunyai banyak alat tulis secara tiba-tiba
bukan dari membeli tetapi mengambil tanpa ijin milik teman. Selang beberapa
hari alat tulis tersebut hilang kembali karena diambil oleh orang lain lagi dengan
tanpa ijin.
Siswa-siswa
menyebutnya sebagai nyipet.
“Nyipet
itu mencuri bukan?”
“Ah,
Ummi! Hampir semua teman juga melakukannya. Punyaku saja sering hilang. Jadi,
tidak mengapa kalau juga mengambil punya orang lain.”
Bagi
mereka kegiatan tersebut sudah biasa. Jika orang lain melakukannya dan
merugikan, artinya tidak salah jika kita melakukannya pula.
*****
Selain
dari dua kisah di atas, banyak lagi cerita tentang perbuatan dosa yang sudah
dianggap biasa.
Ketika
tahun ajaran baru, orang tua ramai-ramai memasukkan anak ke sekolah favorit
dengan cara yang salah. Masyarakat menyebutnya sebagai “jalan belakang”.
Tindakan salah tetapi sudah menjadi rahasia umum.
Beberapa
tahun yang lalu bahkan pernah ada seorang siswa yang bercerita tentang gurunya
yang memberi sontekan saat ujian nasional. Siswa tersebut dianggap memfitnah dan harus pindah sekolah. Kenyataannya, sudah menjadi rahasia
umum pula ada guru yang notabene pendidik sering berlaku curang agar anak didik
memperoleh nilai bagus. Reputasi sekolah menjadi taruhan.
He
he.. Bukan bermaksud mendiskreditkan guru lho! Tentu saja banyak pula guru yang
masih menerapkan kejujuran pada profesi.
Yang pasti Temans, hidup di jaman kini memang
sudah semakin sulit. Banyak dosa, besar dan kecil yang sudah dianggap biasa.
Orang tidak malu lagi melakukannya. Padahal malu adalah sebagian dari iman.
Perhatikan
saja aturan wajah koruptor yang tertangkap dan diumumkan. Hal tersebut tidak
membuat orang yang melihatnya jera dan takut. Masih banyak saja yang melakukan
tindakan tersebut.
Dosa yang Sudah
Terbiasa Dilakukan Membuat Jiwa Mati
Mohon
maaf, seperti sudah pernah saya tuliskan di awal, saya bukanlah seorang ahli agama.
Saya
hanyalah seorang ibu rumah tangga yang kebetulan juga berprofesi sebagai
pendidik. Dengan kedua pekerjaan tersebut, saya banyak belajar dari anak-anak
dan lingkungan. Termasuk kaitannya dengan masalah dosa yang sudah dianggap
biasa ini.
Mengapa?
Saya selalu ingat perkataan Abah (panggilan untuk ayah), “Dosa meski kecil
tetap ada timbangannya di akhirat.
Hutang, sekecil apapun akan ditagih di akhir jaman kelak.” Ngeri kalau
membayangkan.
Hmm..
Kembali kepada kedua kisah di atas, saya termasuk orang yang meyakini bahwa
kebiasaan sejak kecil akan terbawa hingga dewasa. Awalnya satu perbuatan dosa,
lama-kelamaan semakin banyak. Meninggalkan sholat, berkhalwat, riba, menjadi
umum dilakukan.
Semua
dianggap biasa dan urusan pribadi masing-masing. Terkadang orang yang tidak
melakukannya justru dianggap aneh.
Pertama
pencurian kecil semakin lama menjadi semakin besar. Bukankah korupsi juga
bagian dari mencuri?
Dalam
Islam, fenomena mengerjakan perbuatan dosa terus-menerus hingga dianggap hal biasa
membuat jiwa dan hati mati. Nilai kebenaran dari Allah tidak akan dirasakan
lagi.
Dikisahkan,
seorang murid dari Abdullah bin Mas’ud RA yang bernama Ar-Rabi bin Khutsaim
yang dikenal sebagai tokoh zuhud dan berilmu. Temans dapat mencari nama
tersebut di Google.
Saat
masih berusia belia, beliau mengejutkan ibunya. Setiap malam, dia menangis
dalam munajatnya kepada Allah. Tangisannya begitu keras hingga orang-orang di
sekitar terbangun.
Akhirnya,
sang ibu bertanya, “Apa yang terjadi anakku? Apakah kau melakukan sesuatu yang
menyebabkan Allah murka?”
Ar-Rabi
menjawab, “Benar Ibu, saya telah membunuh.”
Ibu,
“Siapakah yang engkau bunuh, wahai anakku? Kita akan datangi keluarganya dan
meminta maaf. Semoga mereka mengampunimu.”
Ar-Rabi,
sang anak berkata, “Tenanglah Ibu. Aku membunuh jiwaku sendiri. Begitu banyak
dosa yang telah aku perbuat dengan biasa sehingga tanpa disadari. Itu telah
membunuh jiwaku.”
Petikan
kisah tersebut menyentakkan jiwa, betapa dosa dapat membuat jiwa mati. Jiwa
yang mati akan terus melakukan dosa dan kebaikan. Namun, tobat dengan
sungguh-sungguh dapat membuatnya kembali hidup. Allah Maha Pengampun.
Orang Tua Menjaga Anak
dari Perbuatan Dosa
Sebagai
orang tua, Temans pasti tahu bahwa semua pendidikan dan pengajaran kepada anak
kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Oleh
karena itu, menjaga anak dari perbuatan dosa merupakan sebuah keniscayaan.
Ada
tiga hal yang saya coba lakukan dan mungkin juga dapat bermanfaat bagi Temans.
Pertama,
ajarkan anak untuk dekat pada Allah sejak kecil. Hal ini pasti Temans sudah
lakukan.
Anak
diajarkan iman dan akhlak baik hingga terukir di hatinya. Ketika ingin curang,
hati kecil akan memberi rangsangan bahwa hal tersebut bukan ajaran Islam dan
seterusnya.
Tidak
ada jalan yang lurus. Belokan atau tikungan pasti ada. Setidaknya, penanaman
akidah dan akhlak akan membuat mereka tahu kemana akan kembali.
Kedua,
memberi teladan karena anak sejak kecil adalah peniru ulung. Jika Temans ingin
anak shalat, perlihatkan bahwa anak shalat. Begitu pula jika ingin anak
terhindari dari dosa lain.
Orang
tua harus menunjukkan keteladanan sikap jujur dan menerima anak sesuai
kemampuannya. Ini akan menghindari perbuatan menyontek dan segala kebiasaan buruk yang
mungkin terjadi karena anak ingin dihargai.
Ketiga,
dekatkan diri dengan anak. In sya Allah, anak yang dekat sejak kecil dan
terbiasa bercerita akan membawanya terus hingga dewasa.
Saat
anak dewasa, Temans tetapi menjadi tempat berbagi cerita suka dan duka. Ketika
melakukan kesalahan, mereka akan mengakuinya.
Temans
dapat bertanya dari mana asalnya semua barang-barang miliknya tanpa menghakimi.
Anak akan tenang bercerita dan mudah pula diberi masukan.
Sekali
lagi, saya menulis ini bukan karena sudah menjadi ahli. Hanya share pengalaman
dan mudah-mudahan bermanfaat.
Sedih bacanya. Bener banget. Itu bbrp dari dosa yang dianggap biasa. Sebaiknya anak2 kita kita bimbing ya
BalasHapusYes.. Semoga kita semua dimudahkan dalam membimbing anak2 agar mereka shaleh/shalehah. Aamiin
HapusNah bener nih anak saya juga pernah kenya nyipet ini, pagi2 dibekali pensil dsb komplit, pulang2 kok gak ada sisa lagi. Ortu hrs menanamkan nyipet itu haram ke anak2nya ya
BalasHapusIya Mbak..
HapusBenar sekali ya Mbak. Mendekatkan diri kepada anak salah satu caranya agar anak terhindar dr dosa sejak dini.
BalasHapusIya Mbak. Semoga kita dapat membimbing anak-anak lebih baik
HapusSaya baru tahu istilah nyipet, Mbak
BalasHapusMemang kini banyak hal dianggap biasa padahal sebenarnya perbuatan dosa.
Semoga kita bisa mnegajarkan kejujuran dari rumah pada anak-anak kita. juga meneladankan nilai kebaikan yang makin lama makin menghilang
Saya juga baru tahu dari murid2 dan konfirmasi ke anak-anak. Orang tua zaman sekarang musti jeli
HapusMasha Allah Mba tulisan'y ngena banget. Memang salah2 kecil yg d anggap biasa itu klo d biarkan bisa jd besar, semoga kita dan anak2 selalu d jauhkan dr perbuatan buruk sekecil apapun. Aamiin
BalasHapusAamiin ya Rabb
HapusJleb bacanya. Karena terkadang aku sendiri masih sering khilaf. Masih sering sulit membedakan benar salah karena kesalahan sendiri sudah menjadi kebiasaan. Memang butuh berjuang untuk berubah. Namanya surga nggak gratis ya gitu ya mbak.. hehe
BalasHapusHe he. Iya Mbak, salah dan benar sekarang jadi abu2. Kita harus hati2 dalam bertindak
HapusBtw saat ini memang mesti ekstra menerapkan karakter kejujuran. Contoh saat ujian, anak2 jaman sekarang curi2 kesempatan mencari jawaban pakai aplikasi g****e. Kadang guru juga kecolongan.
BalasHapusBtw saat ini memang mesti ekstra menerapkan karakter kejujuran. Contoh saat ujian, anak2 jaman sekarang curi2 kesempatan mencari jawaban pakai aplikasi g****e. Kadang guru juga kecolongan.
BalasHapusIya bener.. Hampir semua soal di buku cetak ada jawabannya di Google.. Hi hi, guru jadi harus lebih kreatif.
HapusMashaAllah, tulisan yang sarat makna. Benar ya, Bun. Dosa kecil yang terbiasa dilakukan, maka hati tak lagi peka akan dosa. Setuju dengan anak adalah peniru ulang, maka kita sebagai orang tua harus memberikan contoh baik terlebih dahulu. Kalau ingin anak menjadi pribadi yang santun, maka contohkanlah dengan bersikap santun dan jujur.
BalasHapusYes.. Teladan orang tua yang pertama dikenal anak
HapusBenar sekali mbak orang tua wajib menjaga anaknya dari perbuatan dosa. Orang tua harus dekat dengan anaknya supaya anaknya merasa nyaman saat dekat dengannya. Sehingga anak akan mudah terbuka terhadap segala persoalan yang dialaminya dan anak tidak mencari tempat curhat lain. Dengan demikian, saat anak curhat kita sebagai orang tua bisa mengarahkannya ke jalan yang benar.
BalasHapusYes.. Mudah2an kita semua dapat menjadi orang tua yang terbaik untuk anak masing2
Hapusbener banget mba. kadang secara tidak sadar kita melakukan dosa tanpa disadari. Saya kadang merasakan, contohnya pulpen kantor terbawa pulang lalu dengan entengnya saya pakai untuk kegiatan di rumah. Sebenernya itu dosa karena saya pakai yang bukan hak saya.
BalasHapusIya Mbak.. Murid2 sering kali mengajarkan saya untuk lebih banyak intropeksi diri
HapusSaya jadi ingat ketika SMA, satu angkatan yang nyontek berjamaah. Saya pun dapat contekannya meski enggak minta karena memang dibagikan massal. Sedih sih karena mengalami sendiri fenomena nyontek ini. Mungkin karena banyak orang tua yang berorientasi hasil ya mbak. Jadi anak-anak berusaha untuk dapat nilai bagus tanpa peduli caranya bagaimana. :(
BalasHapusIya, padahal imbasnya cukup besar. Yang paling dekat, anak jadi tidak mau berusaha untuk memperoleh prestasi
HapusMembaca tulisan ini sungguh saya merasa tertampar mbak, tulisan mbak memberikan pelajaran tersendiri bagi saya selaku orang tua.
BalasHapusPelajaran juga buat saya Mbak.. Beruntung sehari-hari saya bertemu dan bekerja dengan anak-anak.
HapusNyontek ini sudah jadi bagian dosa di masa lalu, untuk saya mba 😂
BalasHapusCuman kalo nyipet itu saya baru denger, dulu sih kayaknya gak berani kalo ngambil ngambil begitu, karena pasti langsung ngerasa bersalah sih, gimana kalo punya dirinya sendiri diambil ato di pinjem tanpa ijin, pastinya jadi mangkel sepanjangan ituh 😅😂
Sama Mbak.. Nyipet itu sepertinya baru ada di anak zaman now
Hapuswah bener nih mba, kita sebagai orangtua harus selalu memberikan arahan yang tepat ke anak tentang baik dan buruknya sebuah perbuatan, ya. jangan sampai mereka merasa perbuatan buruk itu hal biasa. serem sekali, makasih mba tulisannya jadi pengingat.
BalasHapusSama2 Mbak Steffi.. Pengingat untuk diri sendiri juga
HapusMasyaallah... Menjadi pengingat diri. Benar sekali, nyipet dan nyontek sepertinya hal kecil yang lumrah. Akan tetapi akan sangat besar imbasnya pada pola pikir anak. Saya tetap memilih jujur dan mengajarkan kejujuran pada anak2 meski kadang dianggap aneh dan bodoh.
BalasHapusIya Mbak.. Tulisan ini sambil mengingatkan diri dan bersikap ke anak-anak saya juga
HapusAku dulu waktu sekolah gitu lho mbak. Jadi merasa bersalah sendiri kalau inget. Sama kayak 2 kisah tadi, berasa biasa aja karna yang lain juga gitu.
BalasHapusDan seperti yang mbak tulis juga, sebetulnya masih ada banyak dosa-dosa lain yang dilakukan karena banyak orang yang melakukannya. Pacaran misalnya, bahkan sekarang zina pun sudah biasa. Astaghfirullah.
Sama.. Yang ditulis juga intropeksi buat diri saya
HapusMerinding sebenarnya baca ini, merasa takut sebagai orang tua. Semoga dimampukan oleh Allah untuk mendidik mereka ke jalan yang lurus.
BalasHapusAamiin ya Rabb
HapusTerima kasih sudah mengingatkan, Mbak. Hal-hal kecil kelihatannya harmless tapi ternyata juga termasuk dosa. Semoga bisa mendidik diri sendiri dan anak-anak untuk selalu berjalan di jalan yang diridhoi Allah.
BalasHapusSama2 Mbak.. Aamiin
Hapusya Allah bener nih biasa dilakukan banyak org belum tntu bener..sbg orang tua kita harus mengarahkan dan membiasakan nilai2 kebaiak agar imunitas aank terjaga
BalasHapusIya.. dibiasakan sejak kecil sehingga sudah besar tidak berat lagi
HapusMasya Allah... Benar sekali pendidikan akhlak patut diutamakan. Semoga anak2 keturunan kita semua dpt mjd manusia yang berlaku baik dan menyebarkan kebaikan karena Allah Ta'ala
BalasHapusAamiin ya Rabb
HapusYup... nilai-nilai kejujuran harus ditanamkan sejak dini. di indonesia ini banyak orang pintar, yang kurang adalah orang yang jujur dan amanah
BalasHapusBetul Mbak.. Tugas berat orang tua untuk anaknya masing2
Hapus